Charity Fund

Bantulah Saudara-saudara kita yang menjad korban jebolnya tanggul di Situ Gintung, Tangerang, Banten-Indonesia Melalui Palang Merah Indonesia

Bantuan Bencana Umum:Bank Mandiri Cabang Wisma Baja a/c 070.00001.160.17 a/n Palang Merah Indonesia



NEWS and ARTICLES

Please read news and my articles this following :

Monday, January 22, 2007

KETELADANAN...

Ketika aku masih muda dan bebas berkhayal, aku bermimpi mengubah dunia.
Seiring dengan bertambahnya usia dan kearifanku, kudapati bahwa dunia tidak kunjung berubah.

Maka cita-cita itu pun agak kupersempit, lalu kuputuskan untuk hanya mengubah negeriku. Namun tampaknya, hasrat itu pun tiada hasilnya.

Ketika usiaku semakin senja, dengan semangatku yang masih tersisa, kuputuskan untuk mengubah keluargaku, orang-orang yang paling dekat denganku. Tapi celakanya, mereka pun tidak mau diubah!

Dan kini, sementara aku berbaring saat ajal menjelang, tiba-tiba kusadari: "Andaikan yang pertama-tama kuubah adalah diriku, maka dengan menjadikan diriku sebagai panutan, mungkin aku bisa mengubah keluargaku.

Lalu berkat inspirasi dan dorongan mereka, bisa jadi aku pun mampu memperbaiki negeriku; Kemudian siapa tau aku bahkan bisa mengubah dunia!"

(Terukir di sebuah makam di Westminster Abbey, Inggris, Tahun 1100 M)

[+/-] Read more...

Wednesday, January 17, 2007

Banci

Banci...
Sebuah kata yang diidentikan dengan mahluk berjenis kelamin laki-laki yang berpenampilan dan bersikap seperti wanita. Di Indonesia, kedudukan "jenis kelamin banci" masih dianggap suatu hal yang menjijikan dan tidak jarang dinistakan oleh sebagian besar orang. Mereka sering kali dianggap bukan manusia dan tidak dimanusiakan hanya karena sebuah pilihan hidup yang menjadi keyakinan mereka atau bisa juga karena "takdir". Wallahualam.

Hanya Tuhan-lah yang tau bagaimana nasib atau peruntungannya nanti diakhir jaman. Namun, yang jelas sebagai manusia mereka tetap punya hak asasi yang telah melekat sejak mereka dilahirkan. Karena itu jika kita masih punya keinginan tetap disebut manusia, maka sudah sepantasnya kita menghargai hak asasi setiap manusia yang ada dimuka bumi ini sebagai ciptaan Allah SWT, Tuhan Penguasa Alam Semesta.

Siapapun dia, apapun profesinya, dan bagaimana kehidupannya, seharusnya sebagai sesama manusia kita harus saling menghormati, menghargai, toleransi, mencintai, mengasihi, dan saling mengingatkan dalam kebajikan.

Wassalam

[+/-] Read more...

Friday, January 12, 2007

Budaya Malu Dikikis Gerakan Syahwat Merdeka

Tanggal 9 Januari 2007 yang lalu, Taufiq Ismail berbicara dihadapan dosen-dosen IPB. Makalah yangbeliau baca sama dengan pidato Taman Ismail Marzuki yaitu : 'Budaya Malu Dikikis Gerakan Syahwat Merdeka'. Di penghujung pidatonya tadi, beliau mengusap airmatanya, sedih melihat kondisi yang terjadi.Saya lampirkan tulisan beliau yang dahsyat menyentak kita semua untuk dijadikan bahan renungan:

Budaya Malu Dikikis Habis Gerakan Syahwat Merdeka
Pidato Kebudayaan Taufiq Ismail

Sederetan gelombang besar menggebu-gebu menyerbu pantai Indonesia, naik kedaratan, masuk ke pedalaman. Gelombang demi gelombang ini datang susun-bersusun dengan suatu keteraturan, mulai 1998 ketika reformasi meruntuhkan represi 39 tahun gabungan zaman Demokrasi Terpimpin dan Demokrasi Pembangunan, dan membuka lebar pintu dan jendela Indonesia. Hawa ruangan yang sumpek dalam dua zaman itu berganti dengan kesegaran baru. Tapi tidak terlalu lama, kini digantikan angin yang semakin kencang dan arus menderu-deru.

Kebebasan berbicara, berpendapat, dan mengeritik, berdiri-menjamurnya partai-partai politik baru, keleluasaan berdemonstrasi, ditiadakannya SIUPP(izin penerbitan pers), dilepaskannya tahanan politik, diselenggarakannya pemilihan umum bebas dan langsung, dan seterusnya, dinikmati belum sampai sewindu, tapi sementara itu silih berganti beruntun-runtun belum terpecahkan krisis yang tak habis-habis. Tagihan rekening reformasi ternyata mahal sekali.

Bahana yang datang terlambat dari benua-benua lain itu menumbuh dan menyuburkan kelompok permissif dan addiktif negeri kita, yang sejak 1998 naik daun. Arus besar yang menderu-deru menyerbu kepulauan kita adalah gelombang sebuah gerakan syahwat merdeka. Gerakan tak bersosok organisasi resmi ini tidak berdiri sendiri, tapi bekerjasama bahu-membahu melalui jaringan mendunia, dengan kapital raksasa mendanainya, ideologi gabungan yang melandasinya, dan banyak media massa cetak dan elektronik jadi pengeras suaranya.

Siapakah komponen gerakan syahwat merdeka ini?

PERTAMA adalah praktisi sehari-hari kehidupan pribadi dan kelompok dalam perilaku seks bebas hetero dan homo, terang-terangan dan sembunyi-sembunyi. Sebagian berjelas-jelas anti kehidupan berkeluarga normal, sebagian lebih besar, tak mau menampakkan diri.

KEDUA, penerbit majalah dan tabloid mesum, yang telah menikmati tiada perlunya SIUPP. Mereka menjual wajah dan kulit perempuan muda, lalu menawarkan jasa hubungan kelamin pada pembaca pria dan wanita lewat nomor telepon genggam, serta mengiklankan berbagai alat kelamin tiruan (kue pancong berkumis dan lemper berbaterai) dan boneka karet perempuan yang bisa dibawa bobok bekerjasama.

KETIGA, produser, penulis skrip dan pengiklan acara televisi syahwat. Seks siswa dengan guru, ayah dengan anak, siswa dengan siswa, siswa dengan pria paruh baya, siswa dengan pekerja seks komersial ---- ditayangkan pada jam prime time, kalau pemainnya terkenal. Remaja berseragam OSIS memang menjadi sasaran segmen pasar penting tahun-tahun ini. Beberapa guru SMA menyampaikan keluhan pada saya. "Citra kami guru-guru SMA di sinetron adalah citra guru tidak cerdas, kurang pergaulan dan memalukan." Mari kita ingat ekstensifnyapengaruh tayangan layar kaca ini. Setiap tayangan televisi, rata-rata170.000.000 yang memirsa. Seratus tujuh puluh juta pemirsanya.

KEEMPAT, 4,200,000 (empat koma dua juta) situs porno dunia, 100,000 (seratusribu) situs porno Indonesia di internet. Dengan empat kali klik di komputer, anatomi tubuh perempuan dan laki-laki, sekaligus fisiologinya, dapat diakses tanpa biaya, sama mudahnya dilakukan baik dari San Francisco, Timbuktu, Rotterdam mau pun Klaten. Pornografi gratis di internet luarbiasa besar jumlahnya. Seorang sosiologAmerika Serikat mengumpamakan serbuan kecabulan itu di negaranya bagaikan"gelombang tsunami setinggi 30 meter, dan kami melawannya dengan dua telapaktangan." Di Singapura, Malaysia, Korea Selatan situs porno diblokir pemerintah untukterutama melindungi anak-anak dan remaja. Pemerintah kita tidak melakukan hal yang sama.

KELIMA, penulis, penerbit dan propagandis buku syahwat ¼ sastra dan ½ sastra. Di Malaysia, penulis yang mencabul-cabulkan karyanya penulis pria.Di Indonesia, penulis yang asyik dengan wilayah selangkang dan sekitarnya mayoritas penulis perempuan. Ada kritikus sastra Malaysia berkata: "Wah, pakTaufiq, pengarang wanita Indonesia berani-berani. Kok mereka tidak malu ya?" Memang begitulah, RASA MALU ITU YANG SUDAH TERKIKIS, bukan saja pada penulis-penulis perempuan aliran s.m.s. (sastra mazhab selangkang) itu, bahkan lebih-lebih lagi pada banyak bagian dari bangsa.

KEENAM, penerbit dan pengedar komik cabul. Komik yang kebanyakan terbitan Jepang dengan teks dialog diterjemahkan ke bahasa kita itu tampak dari kulit luar biasa-biasa saja, tapi di dalamnya banyak gambar hubungan badannya, misalnya (bukan main) antara siswa dengan Bu Guru. Harganya Rp 2.000.Sebagian komik-komik itu tidak semata lucah saja, tapi ada pula kadar ideologinya. Ideologinya adalah anjuran perlawanan pada otoritas orangtua dan guru, yang banyak aturan ini-itu, termasuk terhadap seks bebas. Dalam salah satu komik itu saya baca kecaman yang paling sengit adalah padaMenteri Pendidikan Jepang. Tentu saja dalam teks terjemahan berubah, yang dikecam jadinya Menteri Pendidikan Nasional kita.

KETUJUH, produsen, pengganda, pembajak, pengecer dan penonton VCD/DVD biru. Indonesia kini jadi sorga besar pornografi paling murah di dunia, diukurdari kwantitas dan harganya. Angka resmi produksi dan bajakan tidak saya ketahui, tapi literatur menyebut antara 2 juta - 20 juta keping setahun. Harga yang dulu Rp 30.000 sekeping, kini turun menjadi Rp 3.000, bahkan lebih murah lagi. Dengan biaya 3 batang rokok kretek yang diisap 15 menit, orang bisa menonton sekeping VCD/DVD biru dengan pelaku kulit putih dalam 6 posisi selama 60 menit. Luarbiasa murah. Anak SD kita bisa membelinya tanpa risi tanpa larangan peraturan pemerintah. Seorang peneliti mengabarkan bahwa di Jakarta Pusat ada murid-murid laki-laki yang kumpul dua sore seminggu di rumah salah seorang dari mereka, lalu menayangkan VCD-DVD porno. Sesudah selesai mereka onani bersama-sama.Siswa sekolah apa, dan kelas berapa? Siswa SD, kelas lima. Tak diceritakanapa ekses selanjutnya.

KEDELAPAN, fabrikan dan konsumen alkohol. Minuman keras dari berbagai merek dengan mudah bisa diperoleh di pasaran. Kemasan botol kecil diproduksi, mudah masuk kantong celana, harga murah, dijual di kios tukang rokok didepan sekolah, remaja dengan bebas bisa membelinya. Di Amerika dan Eropa batas umur larangan di bawah 18 tahun. Negeri kita pasar besar minuman keras, jualannya sampai ke desa-desa.

KESEMBILAN, produsen, pengedar dan pengguna narkoba. Tingkat keterlibatanIndonesia bukan pada pengedar dan pengguna saja, bahkan kini sampai pada derajat produsen dunia. Enam juta anak muda Indonesia terperangkap sebagai pengguna, ratusan ribu menjadi korbannya.

KESEPULUH, fabrikan, pengiklan dan pengisap nikotin. Korban racun nikotin57.000 orang / tahun, maknanya setiap hari 156 orang mati, atau setiap 9 menit seorang pecandu rokok meninggal dunia. Pemasukan pajak 15 trilyun(1996), tapi ongkos pengobatan berbagai penyakit akibatnya 30 trilyunrupiah.Mengapa alkohol, narkoba dan nikotin termasuk dalam kategori kontributora rus syahwat merdeka ini? Karena sifat addiktifnya, kecanduannya, yangsangat mirip, begitu pula proses pembentukan ketiga addiksi tersebut dalam susunan syaraf pusat manusia. Dalam masyarakat permissif, interaksi antara seks dengan alkohol, narkoba dan nikotin, akrab sekali, sukar dipisahkan.Interaksi ini kemudian dilengkapi dengan tindak kriminalitas berikutnya,seperti pemerasan, perampokan sampai pembunuhan. Setiap hari berita semacam ini dapat dibaca di koran-koran.

KESEBELAS, pengiklan perempuan dan laki-laki panggilan. Dalam masyarakat permissif, iklan semacam ini menjadi jembatan komunikasi yang diperlukan.

KEDUABELAS, germo dan pelanggan prostitusi. Apabila hubungan syahwat suka-sama-suka yang gratis tidak tersedia, hubungan dalam bentuk perjanjianbayaran merupakan jalan keluarnya. Dalam hal ini prostitusi berfungsi.

KETIGABELAS, dokter dan dukun praktisi aborsi. Akibat tujuh unsur pertama diatas, kasus perkosaan dan kehamilan di luar pernikahan meningkat drastis. Setiap hari dapat kita baca kasus siswa SMP/SMA memperkosa anak SD, satu-satu atau rame-rame, ketika papi-mami tak ada di rumah dan pembantu pergi ke pasar berbelanja. Setiap ditanyakan apa sebab dia/mereka memperkosa, selalu dijawab 'karena terangsang sesudah menonton VCD/DVD biru dan ingin mencobakannya. ' Praktisi aborsi gelap menjadi tempat pelarian,bila kehamilan terjadi.

Seorang peneliti dari sebuah universitas di Jakarta menyebutkan bahwa angka aborsi di Indonesia 2,2 juta setahunnya. Maknanya setiap 15 detik seorang calon bayi di suatu tempat di negeri kita meninggal akibat dari salah satu atau gabungan ketujuh faktor di atas. Inilah produk akhirnya. Luar biasa destruksi sosial yang diakibatkannya.

Dalam gemuruh gelombang gerakan syahwat merdeka ini, pornografi dan pornoaksi menjadi bintang panggungnya, melalui gemuruh kontroversipro-kontra RUU APP. Karena satu-dua-atau beberapa kekurangan dalam RUU itu, yang total kontramenolaknya, tanpa sadar terbawa dalam gelombang gerakan syahwat merdeka ini.Tetapi bisa juga dengan sadar memang mau terbawa di dalamnya.

Salah satu kekurangan RUU itu, yang perlu ditambah-sempurnakan adalahperlindungan bagi anak-cucu kita, jumlahnya 60 juta, terhadap kekerasanpornografi. Dalam hiruk pikuk di sekitar RUU ini, terlupakan betapa dalam usia sekecil itu 80% anak-anak 9-12 tahun terpapar pornografi, situs pornodi internet naik lebih sepuluh kali lipat, lalu 40% anak-anak kita yang lebih dewasa sudah melakukan hubungan seks pra-nikah.

Sementara anak-anak diAmerika Serikat dilindungi oleh 6 Undang-undang, anak-anak kita belum,karena undang-undangnya belum ada. KUHP yang ada tidak melindungi mereka karena kunonya. Gelombang Syahwat Merdeka yang menolak total RUU ini berarti menolak melindungi anak-cucu kita sendiri.Gerakan tak bernama tak bersosok organisasi ini terkoordinasi bahu-membahu menumpang gelombang masa reformasi mendestruksi moralitas dan tatanan sosial. Ideologinya neo-liberalisme, pandangannya materialistik, disokong kapitalisme jagat raya.

Menguji Rasa Malu Diri Sendiri

Seorang pengarang muda meminta pendapat saya tentang cerita pendeknya yang dimuat di sebuah media. Dia berkata, "Kalau cerpen saya itu dianggap pornografis, wah, sedihlah saya." Saya waktu itu belum sempat membacanya.Tapi saya kirimkan padanya pendapat saya mengenai pornografi.

Begini.Misalkan saya menulis sebuah cerpen. Saya akan mentes, menguji karya saya itu lewat dua tahap. Pertama, bila tokoh-tokoh di dalam karya saya itu saya ganti dengan ayah, ibu, mertua, isteri, anak, kakak atau adik saya; lalu kedua, karya itu saya bacakan di depan ayah, ibu, mertua, isteri, anak,kakak, adik, siswa di kelas sekolah, anggota pengajian masjid, jamaah gereja; kemudian saya tidak merasa malu, tiada dipermalukan, tak canggung,tak risi, tak muak dan tidak jijik karenanya, maka karya saya itu bukan karya pornografi.

Tapi kalau ketika saya membacakannya di depan orang-orang itu saya merasa malu, dipermalukan, tak patut, tak pantas, canggung, risi, muak dan jijik,maka karya saya itu pornografis.Hal ini berlaku pula bila karya itu bukan karya saya, ketika saya menilaikarya orang lain. Sebaliknya dipakai tolok ukur yang sama juga, yaitu bila orang lain menilai karya saya. Setiap pembaca bisa melakukan tes tersebutdengan cara yang serupa. Pendekatan saya adalah pengujian rasa malu itu.

Rasa malu itu yang kini luntur dalam warna tekstil kehidupan bangsa kita, dalam terlalu banyak hal.Sebuah majalah mesum dunia dengan selaput artistik, Playboy, menumpangtaufan reformasi dan gelombang liberalisme akhirnya terbit juga diIndonesia. Majalah ini diam-diam jadi tempat pelatihan awal onani pembacaAmerika, dan kini, beberapa puluh tahun kemudian, dikalahkan internet,sehingga jadilah publik pembaca Playboy dan publik langganan situs porno internet Amerika masturbator terbesar di dunia. Majalah pabrik pengerukkeuntungan dari kulit tubuh perempuan ini, mencoba menjajakan bentuk eksploitasi kaum Hawa di negeri kita yang pangsa pasarnya luarbiasa besar ini.

Bila mereka berhasil, maka bakal berderet antri masuk lagi majalah anti-tekstil di tubuh perempuan dan fundamentalis- syahwat-merdeka seperti Penthouse, Hustler, Celebrity Skin, Cheri, Swank, Velvet, Cherry Pop, XXXTeens dan seterusnya.Untuk mengukur sendiri rasa malu penerbit dan redaktur Playboy Indonesia, saya sarankan kepada mereka melakukan sebuah percobaan, yaitu mengganti model 4/5 telanjang majalah itu dengan ibu kandung, ibu mertua, kakak, adik,isteri dan anak perempuan mereka sendiri. Saran ini belum berlaku sekarang,tapi kelak suatu hari ketika Playboy Indonesia keluar perilaku aslinya dalammasalah ketelanjangan model yang dipotret.

Sekarang mereka masih malu-malu kucing. Sesudah dibuat dalam edisi dummy, promosikan foto-foto itu itu di 10 saluran televisi dan 25 suratkabar. Bagaimana? Berani? Malu atau tidak? Pendekatan lain yang dapat dipakai juga adalah menduga-memperkirakan-mengingat akibat yang mungkin terjadi sesudah orangmembaca karya pornografis itu. Sesudah seseorang membaca, katakan cerpen yang memberi sugesti secara samar-samar terjadinya hubungan kelamin, apalagi kalau dengan jelas mendeskripsikan adegannya, apakah dengan kata-kata indah yang dianggap sastrawi atau kalimat-kalimat brutal, maka pembaca akan terangsang. Sesudah terangsang yang paling penakut akan onani dan yang paling nekat akan memperkosa. Memperkosa perempuan dewasa tidak mudah, karena itu anak keciljadi sasaran.

Perkosaan banyak terjadi terhadap anak-anak kecil masih bau susu bubuk belum haid yang di rumah sendirian karena papi-mami pergi kerja,pembantu pergi ke pasar, jam 9-10 pagi. Anak-anak tanggung pemerkosa itu, ketika diinterogasi dan ditanya kenapa,umumnya bilang karena sesudah menonton VCD porno mereka terangsang inginmencoba sendiri. Merayu orang dewasa takut, mendekati perempuan-bayarantidak ada uang. Kalau diteliti lebih jauh kasus yang sangat banyak ini (peneliti yang rajin akan bisa mendapat S-3 lewat tumpukan guntingan koran),mungkin saja anak itu juga pernah membaca cerita pendek, puisi, novel ataukomik cabul.Akibat selanjutnya, merebak-meluaslah aborsi, prostitusi, penularan penyakitkelamin gonorrhoea, syphilis, HIV-AIDS, yang meruyak di kota-kota besarIndonesia berbarengan dengan akibat penggunaan alkohol dan narkoba yang takkalah destruktifnya.

Akibat Sosial Ini Tak Pernah Difikirkan Penulis Semua rangkaian musibah sosial ini tidak pernah difikirkan oleh penulis cerpen-puisi- novelis erotis yang umumnya asyik berdandan dengan dirinya sendiri, mabuk posisi selebriti, ke sana disanjung ke sini dipuji, tidak pernah bersedia merenungkan akibat yang mungkin ditimbulkan oleh tulisannya.Sejumlah cerpen dan novel pasca reformasi sudah dikatakan orang mendekatiVCD/DVD porno tertulis. Maukah mereka membayangkan, bahwa sesudah sebuahcerpen atau novel dengan rangsangan syahwat terbit, maka beberapa ratus atau ribu pembaca yang terangsang itu akan mencontoh melakukan apa yang disebutkan dalam alinea-alinea di atas tadi, dengan segala rentetan kemungkinan yang bisa terjadi selanjutnya? Destruksi sosial yang dilakukan penulis cerpen-novel syahwat itu,beradik-kakak dengan destruksi yang dilakukanprodusen-pengedar- pembajak- pengecer VCD/DVD porno, beredar (diperkirakan)sebanyak 20 juta keping, yang telah meruyak di masyarakat kita, masyarakatkonsumen pornografi terbesar dan termurah di dunia. Dulu harganya Rp 30.000sekeping, kini Rp 3.000, sama murahnya dengan 3 batang rokok kretek.

Mengisap rokok kretek 15 menit sama biayanya dengan memiliki dan menontonsekeping VCD/DVD syahwat sepanjang 6o menit itu. Bersama dengan produsenalkohol, narkoba dan nikotin, mereka tidak sadar telah menjadi unsur pentingpengukuhan masyarakat permissif-addiktif serba-boleh- apa-saja- genjot, yangdengan bersemangat melabrak apa yang mereka anggap tabu selama ini,berpartisipasi meluluh-lantakkan moralitas anak bangsa.Perzinaan yang Hakekatnya Pencurian adalah Ciri Sastra SelangkangAkhirnya sesudah mendapatkan korannya, saya membaca cerpen karya penulisyang disebut di atas.

Dalam segi teknik penulisan, cerpen itu lancar dibaca.Dalam segi isi sederhana saja, dan secara klise sering ditulis pengarangIndonesia yang pertama kali pergi ke luar negeri, yaitu pertemuan seoranglaki-laki di negeri asing dengan perempuan asing negeri itu. Kedua-duanyakesepian. Si laki-laki Indonesia lupa isteri di kampung. Di akhir ceritamereka berpelukan dan berciuman. Begitu saja.Dalam interaksi yang kelihatan iseng itu, cerpenis tidak menyatakan sikapyang jelas terhadap hubungan kedua orang itu. Akan ke mana hubungan ituberlanjut, juga tak eksplisit. Apakah akan sampai pada hubungan pernikahanatau perzinaan, kabur adanya.Perzinaan adalah sebuah pencurian. Yang melakukan zina, mencuri hak oranglain, yaitu hak penggunaan alat kelamin orang lain itu secara tidak sah.

Pezina melakukan intervensi terhadap ruang privat alat kelamin yang dizinai.Dia tak punya hak untuk itu. Yang dizinai bersekongkol dengan yang melakukanpenetrasi, dia juga tak punya hak mengizinkannya. Pemerkosa adalah perampokpenggunaan alat kelamin orang yang diperkosa. Penggunaan alat kelaminseseorang diatur dalam lembaga pernikahan yang suci adanya. Para pengarang yang terang-terangan tidak setuju pada lembaga pernikahan,dan/atau melakukan hubungan kelamin semaunya, yang tokoh-tokoh dalamkaryanya diberi peran syahwat merdeka, adalah rombongan pencuri bersuluhsinar rembulan dan matahari.

Mereka maling tersamar. Mereka celakanya, tidakmerasa jadi maling, karena (herannya) ada propagandis sastra menghadiahimereka glorifikasi, dan penerbit menyediakan gratifikasi. Propagandis danpenerbit sastra semacam ini, dalam istilah kriminologi, berkomplot denganmaling.Hal ini berlaku bukan saja untuk karya (yang dianggap) sastra, tapi jugauntuk bacaan turisme, rujukan tempat hiburan malam, dan direktori semacamitu. Buku petunjuk yang begitu langsung tak langsung menunjukkan caraberzina, lengkap dengan nama dan alamat tempat berkumpulnya alat-alatkelamin yang dapat dicuri haknya dengan cara membayar tunai atau dengankartu kredit gesekan.Sastra selangkang adalah sastra yang asyik dengan berbagai masalah wilayahselangkang dan sekitarnya. Kalau di Malaysia pengarang-pengarang yangmencabul-cabulkan karya kebanyakan pria, maka di Indonesia pengarang sastraselangkang mayoritas perempuan. Beberapa di antaranya mungkin memang nymphomania atau gila syahwat, hinggaada kritikus sastra sampai hati menyebutnya "vagina yang haus sperma".

Mestinya ini sudah menjadi kasus psikiatri yang baik disigi, tentangkemungkinannya jadi epidemi, dan harus dikasihani.Bila dua abad yang lalu sejumlah perempuan Aceh, Jawa dan Sulawesi Selatannaik takhta sebagai penguasa tertinggi kerajaan, Sultanah atau Ratu dengankenegarawanan dan reputasi terpuji, maka di abad 21 ini sejumlah perempuanIndonesia mencari dan memburu tepuk tangan kelompok permissif dan addiktifsebagai penulis sastra selangkang, yang aromanya jauh dari wangi, menyiarkanbau amis-bacin kelamin tersendiri, yang bagi mereka parfum sehari-hari.

Dengan Ringan Nama Tuhan DipermainkanDi tahun 1971-1972, ketika saya jadi penyair tamu di Iowa Writing Program,Universitas Iowa, di benua itu sedang heboh-hebohnya gelombang gerakanperempuan. Kini, 34-an tahun kemudian, arus riaknya sampai ke Indonesia.Kaum feminis Amerika waktu itu sedang gencar-gencarnya mengumumkanpembebasan kaum perempuan, terutama liberasi kopulasi, kebebasan berkelamin,di koran, majalah, buku dan televisi. Menyaksikan penampilan para maling hak penggunaan alat kelamin orang lainitu di layar kaca, yang cengengesan dan mringas-mringis seperti GloriaSteinem dan semacamnya, banyak orang mual dan jijik karenanya.

Mereka tidakpeduli terhadap epidemi penyakit kelamin HIV-AIDS yang meruyak menyebarseantero Amerika Serikat waktu itu, menimpa baik orang laki-laki maupunperempuan, hetero dan homoseksual, akibat kebebasan yang bablas itu.Di setasiun kereta api bawah tanah New York, seorang laki-laki korbanHIV-AIDS menadahkan topi mengemis. Belum pernah saya melihat kerangkamanusia berbalut kulit tanpa daging dan lemak sekurus dia itu. Sinar matanyakosong, suaranya parau.Kematian banyak anggota kelompok ini, terutama di kalangan seniman di tahun1970-an, tulis seorang esais, bagaikan kematian di medan perang Vietnam.Sebuah orkestra simfoni di New York, anggota-anggotanya bergiliran matisaban minggu karena kejangkitan HIV-AIDS dan narkoba, akibat kebebasanbablas itu.

Para pembebas kaum perempuan itu tak acuh pada bencana menimpabangsa karena asyik mendandani penampilan selebriti diri sendiri. Sayasangat heran. Sungguh memuakkan.Kalimat bersayap mereka adalah, "This is my body. I'll do whatever I likewith my body." "Ini tubuhku. Aku akan lakukan apa saja yang aku suka dengantubuhku ini." Congkaknya luar biasa, seolah-olah tubuh mereka itu ciptaanmereka sendiri, padahal tubuh itu pinjaman kredit mencicil dari Tuhan, cumasatu tingkat di atas sepeda motor Jepang dan Cina yang diobral di iklankoran-koran.Mereka tak ada urusan dengan Maha Produser Tubuh itu.

Penganjur masyarakatpermissif di mana pun juga, tidak suka Tuhan dilibatkan dalam urusan.Percuma bicara tentang moral dengan mereka. Dengan ringan nama Tuhandipermainkan dalam karya. Situasi kita kini merupakan riak-riak gelombangdari jauh itu, dari abad 20 ke awal abad 21 ini, advokatornya dengansemangat dan stamina mirip anak-anak remaja bertopi beisbol yang selalumeniru membeo apa saja yang berasal dari Amerika Utara itu.

PenutupCiri kolektif seluruh komponen Gerakan Syahwat Merdeka ini adalah budayamalu yang telah kikis nyaris habis dari susunan syaraf pusat dan rohanimereka, dan tak adanya lagi penghormatan terhadap hak penggunaan kelaminorang lain yang disabet-dicopet- dikorupsi dengan entengnya. Tanpa memilikihak penggunaan kelamin orang lain, maka sesungguhnya Gerakan Syahwat Merdekaadalah maling dan garong genitalia, berserikat dengan alkohol, nikotin dannarkoba, menjadi perantara kejahatan, mencecerkan HIV-AIDS, prostitusi danaborsi, bersuluh bulan dan matahari.

***IPB, 9 Januari 2007."Fa maadza ba'da-lhaqq, illa-dl_dlalaal" Leo Imanov Abdu-lLah AllahsSlave

[+/-] Read more...

Thursday, January 11, 2007

Surat Saya ke Kapolri perihal Sepeda Motor


Dengan hormat,
Sehubungan dengan pemberlakuan efektif penggunaan lajur kiri jalan yang diperuntukkan untuk sepeda motor di wilayah DKI Jakarta pada tanggal 7 Januari 2007, maka perlu saya sampaikan hal-hal sebagai berikut:
Bahwa dari pemantauan terhadap berita-berita yang ada di media massa, baik cetak maupun elektronik. Saya mendapatkan kesimpulan bahwa adanya pernyataan dari pihak Kepolisian yang menyatakan bahwa dasar hukum dari penerapan aturan tersebut adalah Pasal 51 ayat (1) jo. ayat (2) huruf b PP No. 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan;
Bahwa dari pengamatan langsung penerapan kebijakan ini tidak dilakukan diseluruh wilayah DKI Jakarta dengan alasan yang dikemukakan oleh pihak Kepolisian, aturan ini hanya diprioritaskan untuk wilayah-wilayah yang rawan akan kemacetan;
Bahwa belum adanya rambu-rambu lalu lintas yang jelas dan terang untuk menunjukkan penerapan aturan tersebut secara faktual dan permanen. Kalaupun ada hanya bersifat sementara dan terkadang tidak diketahui oleh pengendara sepeda motor secara jelas dan nyata letaknya;
Bahwa Saya juga melihat adanya oknum polisi yang secara arogan memarahi pengendara sepeda motor dengan kata-kata yang tidak seharusnya diucapkan oleh penegak hukum sebagai aparatur negara. Padahal pengendara tersebut hanya bertanya kenapa kendaraannya diberhentikan dan dituduh melanggar aturan lajur kiri sedangkan pada saat itu dia sedang berusaha melewati angkutan bis kota yang sembarangan berhenti untuk menurunkan penumpang dan pada saat itu lajur disebelah kanan sedang padat merayap;
Bahwa setelah kebijakan ini diterapkan para pengendara sepeda motor harus ”mengantre” dibelakang bis kota yang sedang berhenti disembarang tempat jika lebar jalanan agak kecil yang akhirnya menghabiskan banyak waktu dan tidak produktif. Hal ini ditambah lagi mobil-mobil yang parkir sembarangan di pinggir-pinggir jalan tanpa juga ditindak oleh Polisi;
Bahwa 891 pengendara sepeda motor telah ditilang atas tuduhan pelanggaran atas Aturan tersebut dengan variasi denda Rp 20.000, s.d. Rp 40.000,-. Padahal jumlah uang sebesar itu pada saat kondisi ekonomi seperti sekarang ini, sangatlah berarti untuk menyambung kehidupan.
Menurut pendapat Saya:
Bahwa berdasarkan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan: ”Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak kecualinya”;
Bahwa berdasarkan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan: ”Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu”;
Bahwa berdasarkan Pasal 3 ayat (3) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM yang menyatakan: ”Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia, tanpa diskriminasi”.
Maka perlu disampaikan hal-hal sebagai berikut:
1. Bahwa pada prinsipnya saya sangat menghargai sekali upaya-upaya dari pihak Kepolisian yang bertugas menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat umum;
2. Bahwa salah satu upaya tersebut adalah diterapkannya Aturan Lajur Kiri tersebut dengan alasan untuk mengurangi tingginya angka kecelakaan lalu lintas di jalan raya dan mengurangi kemacetan yang terjadi di jalan-jalan DKI Jakarta;
3. Bahwa penggunaaan Pasal 51 PP No. 43 Tahun 1993 sebagai landasan hukum aturan tersebut setelah saya baca menyatakan ayat (1): ”Tata Cara berlalu lintas di jalan adalah dengan mengambil jalur jalan sebelah kiri”, selanjutnya pada ayat (2) huruf b menyatakan: ”Penggunaan jalan selain jalur sebelah kiri hanya dapat dilakukan apabila ditunjuk atau ditetapkan oleh petugas yang berwenang, untuk digunakan sebagai jalur kiri yang bersifat sementara”, bersifat tidak terang alias kabur dalam penafsiran;
4. Bahwa berdasarkan Pasal 52 PP No. 43 Tahun 1993, pengendara sepeda motor dapat melalui jalur sebelah kanan apabila ingin melewati kendaraan lain di depannya;
5. Bahwa berdasarkan Pasal a quo tidak secara nyata dinyatakan bahwa yang menggunakan jalur jalan sebelah kiri tersebut adalah sepeda motor. Sehingga menurut penafsiran saya bisa saja jalur digunakan khusus untuk mobil atau angkutan bis kota, dll.
6. Bahwa berdasarkan Pasal 5 ayat (1) jo. Penjelasannya Undang-Undang No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang menyatakan Pembinaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan harus memperhatikan aspek ekonomi, lingkungan hidup dan energi. Oleh sebab itu ketika pihak Kepolisian hendak menerapkan suatu aturan seharusnya memperhatikan minimal ketiga aspek ini.
Dengan dasar dan alasan tersebut maka saya berkesimpulan sarana dan prasarana dari Aturan Kebijakan Lajur Kiri tersebut belum siap dan tidak memperhatikan kehidupan realitas kehidupan yang terjadi di masyarakan serta tidak memperhatikan aspek ekonomi, lingkungan hidup dan energi. Sehingga Aturan tersebut harus dicabut segera dan jika akan dibuat aturan baru hendaknya harus lebih manusiawi dan memperhatikan aspek-aspek sebagaimana yang telah saya sebutkan.
Atas perhatian dan kerjasamanya saya ucapkan terima kasih.


[+/-] Read more...

Wednesday, January 10, 2007

Catatan Dari Sebuah Persoalan Besar yang Belum Selesai

Sebuah kebijakan operasi militer bersandi Operasi Jaring Merah yang akhirnya menempatkan Aceh sebagai Daerah Operasi Militer (DOM). Kebijakan ini menyulut gejolak sosial yang dikemudian hari ternyata menjadi konflik bersenjata yang berkepanjangan. Target operasi ini semula bertujuan menumpas gerakan yang disebut Gerakan Aceh Merdeka yang selanjutnya disingkat GAM. Terkadang Pemerintah Republik Indonesia juga menyebut Gerakan Pengacau Keamanan (GPK) untuk kelompok ini. Pelaksanaan lapangan operasi tersebut telah menyebabkan jatuhnya korban masyarakat sipil dalam jumlah yang sangat besar. Data dari Amnesty International selama pelaksanaan operasi militer (1989-1998) tercatat 871 orang tewas di tempat kejadian perkara, 387 orang hilang yang kemudian ditemukan tewas, 550 orang dinyatakan hilang, 368 orang korban penganiayaan, 120 korban dibakar rumahnya, 102 korban perkosaan serta kurang lebih 400 toko, lembaga pemerintahan dan sekolah-sekolah dibakar dan dirusak. Operasi militer ini bukan hanya telah menyebabkan terjadinya pelanggaran hukum dan hak asasi manusia (Gross Violation of Human Rights) yang begitu nyata, seperti tindak kekerasan/ penganiayaan yang langsung maupun tidak langsung dirasakan sendiri oleh masyarakat, namun juga suatu pembantaian peradaban religius dan kemanusiaan (Crime Againts Culture and Humanity) yang sudah berabad-abad dibangun oleh masyarakat Aceh. Ironisnya, fakta yang ada di lapangan menunjukkan bahwa masyarakat yang tidak mempunyai hubungan apapun dengan GAM/GPK juga ikut menjadi korban. Operasi militer ini menjadi suatu hal yang menakutkan dan traumatik karena aparat militer (Baca: TNI, dulunya ABRI) cenderung bertindak semena-mena terhadap masyarakat yang dicurigai mempunyai hubungan dengan GAM/GPK, tetapi terkadang kasusnya banyak yang direkayasa seperti rakyat yang tidak terlibat tindak kriminalitas apalagi melanggar hukum, dianggap sebagai anggota GAM/GPK.

Penetapan Daerah Operasi Militer terhadap Aceh adalah kebijakan politik negara yang langsung berada di bawah tanggung jawab presiden saat itu. Penetapan ini berawal dari laporan gubernur Aceh saat itu, Prof. Dr. Ibrahim Hasan, tentang situasi dan kondisi keamanan yang waktu itu mengalami gangguan teror keamanan yang dilakukan oleh GPK. Sebelum ditetapkan, langkah yang sudah diambil dan dilakukan adalah pendekatan kultural dan kemasyarakatan dengan mengedepankan tokoh-tokoh agama, seperti T. Ali Hasjmy. Namun belum juga mampu meredam aksi-aksi GPK, sehingga akhirnya pemerintah memutuskan pendekatan militer dan inilah awal tragedi kemanusian tersebut.

Memang ketegangan sudah lama terjadi dalam hubungan antara pemerintah pusat dengan rakyat Aceh, yang memiliki warisan budaya yang kaya dan berbeda dengan kebudayaan Jawa, serta juga ada tradisi lama yang menolak dominasi yang dilakukan pihak dari luar daerah tersebut. Ketegangan ini bermula dari “penipuan” (kursif dari penulis) yang dilakukan oleh Presiden RI yang pertama, Ir. Soekarno. Sehingga tokoh masyarakat Aceh yang sangat dikagumi dan dihormati yaitu Muhamad Daud Beureuh, “mengangkat senjata” memberontak dan melakukan perlawanan terhadap pemerintah pusat, dengan DI/TII-nya. Disamping itu juga pemberlakuan yang tidak adil dalam pembagian keuangan pusat dan daerah membuat rakyat Aceh berontak. Hampir sebagian besar wilayah Aceh merupakan daerah penghasil minyak yang menyumbangkan pendapatan devisa negara lebih dari 20%. Terutama di Kabupaten Aceh Utara dan Kabupaten Aceh Timur. Namun ternyata kekayaan alam yang sangat melimpah itu hanya sedikit sekali yang manfaatnya dirasakan oleh masyarakat Aceh. Contohnya adalah PT Arun LNG Co. dan ExxonMobil, dua perusahaan pengeksplorasian minyak di Aceh. Mereka sanggup membayar gaji karyawannya sampai dengan ratusan juta rupiah dan melengkapi fasilitas di perumahan karyawan mereka dengan fasilitas sekolah dan lingkungan yang sangat baik sekali, tetapi dilain sisi disekitar lokasi pengeksplorasian mereka terdapat sekolah-sekolah yang hanya berdindingkan kayu dan beratapkan seng serta siswa-siswanya banyak yang tidak memakai alas kaki, apalagi mempunyai buku sekolah dan buku tulis. Kenyataan dan kesenjangan sosial ini telah berlangsung puluhan tahun dan sangat menyakitkan hati sebagian besar orang Aceh.

Sehingga akhirnya atas desakan dan gelombang refomasi yang terjadi di Jakarta, dengan jatuhnya Presiden Soeharto dari kursi kepresidenan, pada tanggal 7 Agustus 1998, Panglima TNI waktu itu, Jenderal Wiranto, mencabut status Daerah Operasi Militer. Hal ini menandai berakhirnya era sepuluh tahun sejak 1989 sejak operasi militer bersandi Operasi Jaring Merah yang penuh dengan catatan kelam pelanggaran hak asasi manusia. Karena pada saat ditetapkan Aceh sebagai Daerah Operasi Militer adalah suatu keputusan politik, maka pencabutan status DOM harus diikuti dengan pertanggungjawaban politik, hukum, sosial dan ekonomi. Untuk semua hal itu maka presidenlah yang paling bertanggung jawab terhadap kejahatan kemanusiaan di Aceh, selain itu juga Panglima ABRI pada saat itu. Karena keputusan politik itu berada di tingkat presiden. Kalau kemudian secara teknis muncul persoalan-persoalan pelanggaran hukum dan hak asasi manusia, bisa saja diusut oknum lainnya. Tapi pertanggungjawaban paling makro adalah pemberlakuan status daerah operasi militer di Aceh.

[+/-] Read more...

Tanggung Jawab Negara terhadap Lingkungan

Bencana selalu datang menimpa bangsa Indonesia. Banjir, Longsor dan Gempa Bumi telah menjadi kata-kata yang akrab di telinga kita. Kerugian materiil yang begitu besar, korban tewas dan luka, para pengungsi, dan kehancuran ekonomi adalah istilah-istilah yang begitu sering terdengar dan terbaca diberbagai media massa setiap tahunnya bahkan hampir setiap bulan. Tetapi suatu hal yang sangat memalukan sekali bagi kita yang memiliki suatu pemerintahan dan seharusnya berkewajiban mengurus hal ini, justru hampir dikatakan telah gagal dalam mengatasi persoalan-persoalan ini. Sejak peristiwa Tsunami Aceh tanggal 24 Desember 2004, yang mengakibatkan kerugian materiil yang luar biasa dan jumlah korban tewas yang sangat besar, ternyata tidak juga menjadi pelajaran kita bersama khususnya pemerintah dalam mencegah dan menangani bencana alam yang sering terjadi di negeri potensial bencana ini.

Banjir dan Longsor, adalah dua kata yang dua bulan belakangan ini mulai terdengar lagi di telinga kita. Setiap hari hampir semua media massa cetak dan elektronik memuat berita-berita yang berkaitan dengan banjir dan longsor. Bacalah judul “Banjir di Sumatera Semakin Meluas” yang termuat sebagai headline di Harian Kompas tanggal 30 Desember 2006. Status headline berita ini seharusnya juga menjadi cambuk bagi pemerintah untuk bekerja lebih serius lagi dalam menangani persoalan ini. Bukan sekedar berwacana seperti yang dikemukakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada saat memberikan kata sambutan di Perayaan Hari Natal Bersama tahun 2006. Kita sebagai rakyat sudah muak dengan pernyataan-pernyataan para pemimpin negara ini yang terkadang tidak solutif bahkan cenderung kontraproduktif. Coba saja kita segarkan memori kita kembali ketika Pasca Gempa Bumi Yogya terjadi. Beberapa hari setelah gempa tersebut dengan mudahnya Wakil Presiden kita, Jusuf Kalla, mengatakan pemerintah akan memberikan kompensasi kepada warga yang menjadi korban sebesar 30 juta setiap kepala keluarga. Namun dikemudian hari dengan mudahnya juga beliau berkata, uang tersebut tidak bisa dikeluarkan karena harus membutuhkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat untuk mencairkannya dan sampai sekarang janji tersebut belum terealisir.

Masih segar dalam ingatan kita juga persoalan Semburan Lumpur Panas Lapindo yang sampai makalah ini dibuat tetap masih belum selesai. Padahal telah 7 bulan berlalu pasca semburan lumpur tersebut, belum menunjukkan tanda-tanda dapat diatasi. Kerugian miliaran rupiah dan hilangnya hak sipil serta hak ekonomi, sosial, budaya masyarakat sekitar belum juga menyadarkan pemerintah kita untuk melakukan sesuatu untuk mengatasi persoalan ini.

Kita semua seharusnya malu mengakui sebagai sebuah bangsa yang beradab karena kita tidak pernah mau belajar dari kesalahan-kesalahan masa lalu. Kita cenderung permisif dan pelupa atau sengaja melupakan atas peristiwa-peristiwa kerusakan lingkungan yang mengakibatkan terjadinya bencana-bencana ini. Namun, yang paling bertanggungjawab dalam hal ini adalah Pemerintah. Sebagai suatu representatif pelaksanaan kekuasaan negara seharusnya pemerintah dapat memenuhi kewajibannya untuk memberikan suatu lingkungan hidup yang baik dan sehat. Namun sebaliknya, pemerintah sering kali bertingkah tidak mau mendengar dan bersikap seolah-olah pihak yang paling mengetahui semua persoalan. Kritik dan masukan pendapat dari organisasi-organisasi pecinta lingkungan, seperti Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), seringkali diabaikan oleh pemerintah.

Kewajiban pemerintah atas pemenuhan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat ini dapat kita baca pada Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi: “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan bathin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”[1]. Hal yang sama dapat kita baca juga pada Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup[2] serta Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia[3].

Dari uraian pasal demi pasal diatas dapat kita terjemahkan bahwa hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat dimiliki oleh setiap orang yang berkewarganegaraan Indonesia dan bertempat tinggal di Indonesia. Sehingga menurut ajaran Universalitas Hak Asasi Manusia, kewajiban untuk hal tersebut ada pada negara dalam hal ini pemerintah[4]. Sejak Indonesia merdeka atau setidaknya sejak berlakunya semua peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan pemenuhan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, seharusnya pemerintah sudah memiliki agenda dan program yang jelas bagaimana langkah-langkah yang harus diambil untuk pemenuhan kewajibannya ini.Tetapi jika kita mengacu kepada bencana-bencana yang sering terjadi dan jatuhnya korban yang begitu luar biasa, menunjukkan kegagalan pemerintah dalam mengatasi persoalan ini. Bencana alam memang tidak dipungkiri sering terjadi, tetapi faktor kelalaian dan ketidakprofesionalan penanganan bencana dan pencegahannya yang justru menjadi faktor terbesar dalam menimbulkan korban. Permasalahan-permasalahan yang timbul seharusnya menjadi pelajaran bagi pemerintah untuk memperbaiki diri dalam hal penanganan dan pencegahan bencana.

[1] Prof. DR. Jimly Asshiddiqie, SH, Konsolidasi Naskah UUD 1945 Setelah Perubahan Keempat, Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002, hal. 50.
[2] Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, Edisi ketujuh, Cet. Ketujuh belas, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, Lampiran II.
[3] Undang-Undang tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia Tahun 2000 dan Hak Asasi Manusia Tahun 1999, Bandung: Penerbit Citra Umbara, 2001
[4] Lembar Fakta HAM, Ketentuan Internasional tentang Hak Asasi Manusia, Edisi II, Jakarta: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, 2002

[+/-] Read more...

Monday, January 8, 2007

Mencoba Berbagi


Mencoba Berbagi...
Itulah kata-kata yang yang terlintas dalam pikiran saya ketika akan berpartisipasi dalam situs blogger ini. Dari awal sejak saya merintis (SMP) dan memutuskan melawan ketidakadilan, telah terniat dihati untuk selalu berbagi tentang pengetahuan dan cerita agar dapat menjadi inspirasi semua orang yang ingin mengetahui sebuah kebenaran dan kesalahan.
Dulu, ungkapan dan pemikiran coba saya tuangkan dalam bentuk buku-buku kecil. Buku-buku ini saya photocopy sendiri dan dibagikan untuk kalangan terbatas. Buku-buku kecil inilah yang menjadi salah satu alat proganda untuk melawan ketidakadilan dan kejahatan terhadap kemanusiaan di muka bumi ini. Namun, berkat dorongan dan saran sahabat saya, Asep Mulyana, yang menyuruh untuk membuat situs pribadi di website blogger ini agar apa yang saya pikirkan dan ingin ungkapkan dapat lebih diketahui lebih banyak orang. Thanks Kang Asep atas sarannya.
Ini saja pemikiran awal saya untuk pengisian perdana situs ini. Berharap dilain waktu dapat lebih produktif dalam berkarya dan menulis. Mohon dukungan dan saran dari teman-teman seperjuangan yang akan melawan ketidakadilan dan kejahatan kemanusiaan di muka bumi ini.
Wassalam,

Husendro

[+/-] Read more...