Charity Fund

Bantulah Saudara-saudara kita yang menjad korban jebolnya tanggul di Situ Gintung, Tangerang, Banten-Indonesia Melalui Palang Merah Indonesia

Bantuan Bencana Umum:Bank Mandiri Cabang Wisma Baja a/c 070.00001.160.17 a/n Palang Merah Indonesia



NEWS and ARTICLES

Please read news and my articles this following :

Tuesday, December 30, 2008

OMBUDSMAN untuk REFORMASI BIROKRASI

OMBUDSMAN:

REFORMASI BIROKRASI UNTUK

KEADILAN DAN KESEJAHTERAAN RAKYAT INDONESIA

(BERDASARKAN UU NOMOR 37 TAHUN 2008

TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA)

oleh: HUSENDRO, S.H.

(Disampaikan dalam Focus Groups Discussion Membedah UU Ombudsman Republik Indonesia dalam Rangka Reformasi Birokrasi,

Hotel Harris-Jakarta, 19 Desember 2008)

PENDAHULUAN

Pelayanan kepada masyarakat dan penegakan hukum yang dilakukan dalam rangka penyelenggaraan negara dan pemerintahan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya untuk menciptakan pemerintahan yang baik, bersih, dan efisien guna meningkatkan kesejahteraan serta menciptakan keadilan dan kepastian hukum bagi seluruh warga negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hal ini merupakan implementasi prinsip demokrasi yang perlu ditumbuhkembangkan dan diaplikasikan guna mencegah dan menghapuskan penyalahgunaan wewenang oleh aparatur penyelenggara negara dan pemerintahan dalam rangka memenuhi tuntutan dan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat agar terwujud aparatur penyelenggara negara dan pemerintahan yang efektif dan efisien, jujur, bersih, terbuka serta bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Reformasi mengamanatkan perubahan kehidupan bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat yaitu kehidupan yang didasarkan pada penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang demokratis dalam rangka meningkatkan kesejahteraan, menciptakan keadilan, dan kepastian hukum bagi seluruh warga negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Sebelum reformasi penyelenggaraan negara dan pemerintahan diwarnai dengan praktek Mal administrasi antara lain terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme. Penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang baik hanya dapat tercapai dengan peningkatan mutu aparatur penyelenggara negara dan pemerintahan dan penegakan asas-asas umum pemerintahan yang baik (good governance principle). Untuk penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan upaya meningkatkan pelayanan publik dan penegakan hukum diperlukan keberadaan lembaga pengawas eksternal yang secara efektif mampu mengontrol tugas penyelenggara negara dan pemerintahan. Oleh sebab itu keberadaan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombusdman Republik Indonesia yang disahkan pada tanggal 7 Oktober 2008, diharapkan dapat menjadi salah satu dasar hukum yang baik untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia.

MAL ADMINISTRASI

Mal administrasi adalah perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan yang menimbulkan kerugian materiil dan/atau immateriil bagi masyarakat dan orang perseorangan. (Pasal 1 angka 3 UU Ombudsman).

Unsur-unsur dari pemenuhan terjadinya Mal Administrasi adalah sebagai berikut:

  1. Perilaku atau perbuatan melawan hukum;
  2. Yang melampaui wewenang, atau menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, atau termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik;
  3. Dilakukan penyelenggara negara dan pemerintahan;
  4. Menimbulkan kerugian materiil dan/atau immateriil bagi masyarakat dan orang perseorangan.

PENYELENGGARA NEGARA dan PEMERINTAHAN

Penyelenggara negara dan pemerintahan adalah pejabat yang menjalankan fungsi pelayanan publik yang tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk yang diselenggarakan oleh:

  • Badan Usaha Milik Negara,
  • Badan Usaha Milik Daerah,
  • Badan Hukum Milik Negara,
  • Badan swasta yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.
  • Perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.

OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA

Ombudsman Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Ombudsman adalah lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah. Ombudsman merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dan tidak memiliki hubungan organik dengan lembaga negara dan instansi pemerintahan lainnya, serta dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bebas dari campur tangan kekuasaan lainnya. Mengingat selama ini adanya beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat dan atau institusi yang menggunakan nama “Ombudsman”, maka nama “Ombudsman” yang telah digunakan sebagai nama oleh institusi, lembaga, badan hukum, terbitan atau lainnya yang bukan merupakan lembaga Ombudsman yang melaksanakan fungsi dan tugas berdasarkan Undang-Undang Ombudsman harus diganti dalam waktu paling lambat 2 (dua) tahun sejak mulai berlakunya Undang-Undang ini. Jika Institusi, lembaga, badan hukum, terbitan atau lainnya yang tidak melaksanakan ketentuan tersebut, dianggap menggunakan nama “Ombudsman” secara tidak sah.

Dalam menjalankan tugasnya Ombudsman memiliki kewenangan sebagai berikut:

  1. Meminta keterangan secara lisan dan/atau tertulis dari Pelapor, Terlapor, atau pihak lain yang terkait mengenai Laporan yang disampaikan kepada Ombudsman;
  2. Memeriksa keputusan, surat-menyurat, atau dokumen lain yang ada pada Pelapor ataupun Terlapor untuk mendapatkan kebenaran suatu Laporan;
  3. Meminta klarifikasi dan/atau salinan atau fotokopi dokumen yang diperlukan dari instansi mana pun untuk pemeriksaan Laporan dari instansi Terlapor;
  4. Melakukan pemanggilan terhadap Pelapor, Terlapor, dan pihak lain yang terkait dengan Laporan;
  5. Menyelesaikan laporan melalui mediasi dan konsiliasi atas permintaan para pihak;
  6. Membuat Rekomendasi mengenai penyelesaian Laporan, termasuk Rekomendasi untuk membayar ganti rugi dan/atau rehabilitasi kepada pihak yang dirugikan;
  7. Demi kepentingan umum mengumumkan hasil temuan, kesimpulan, dan Rekomendasi;
  8. Menyampaikan saran kepada Presiden, kepala daerah, atau pimpinan Penyelenggara Negara lainnya guna perbaikan dan penyempurnaan organisasi dan/atau prosedur pelayanan publik;
  9. Menyampaikan saran kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan/atau Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan/atau kepala daerah agar terhadap undang-undang dan peraturan perundang-undangan lainnya diadakan perubahan dalam rangka mencegah Maladministrasi.

Dalam melaksanakan kewenangannya, Ombudsman dilarang mencampuri kebebasan hakim dalam memberikan putusan.

IMMUNITAS

Dalam rangka pelaksanaan tugas dan wewenangnya, Ombudsman tidak dapat ditangkap, ditahan, diinterogasi, dituntut, atau digugat di muka pengadilan.

MEKANISME PEMERIKSAAN DAN PENYELESAIAN PELAPORAN TERJADINYA MAL ADMINISTRASI

PELAPOR, LAPORAN dan TERLAPOR

Setiap warga negara Indonesia atau penduduk yang telah menjadi korban Mal administrasi penyelenggara negara dan pemerintahan berhak memberikan pengaduan atau penyampaian fakta yang diselesaikan atau ditindaklanjuti oleh Ombudsman yang disampaikan secara tertulis atau lisan tanpa dipungut biaya atau imbalan dalam bentuk apapun. Laporan yang disampaikan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

  1. memuat nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, status perkawinan, pekerjaan, dan alamat lengkap Pelapor;

b.memuat uraian peristiwa, tindakan, atau keputusan yang dilaporkan secara rinci; dan;

c. sudah menyampaikan Laporan secara langsung kepada pihak Terlapor atau atasannya, tetapi Laporan tersebut tidak mendapat penyelesaian sebagaimana mestinya.Yang dimaksud dengan “sebagaimana mestinya” adalah pihak Terlapor memperlambat penyelesaian, tidak dilakukan penyelesaian menurut prosedur internal di instansi Terlapor, tanggapan atau tindak lanjut belum menyelesaikan Mal administrasi yang terjadi atau sama sekali tidak memperoleh tanggapan.

DALUWARSA

Peristiwa, tindakan atau keputusan yang dikeluhkan atau dilaporkan sebagaimana dimaksud diatas belum lewat 2 (dua) tahun sejak peristiwa, tindakan, atau keputusan yang bersangkutan terjadi.

PEMERIKSAAN ADMINISTRATIF DAN SUBSTANSIF

Dalam melakukan pemeriksaan administratif Ombudsman memeriksa Laporan yang dilaporkan Pelapor. Dalam hal Laporan tersebut terdapat kekurangan, Ombudsman memberitahukan secara tertulis kepada Pelapor untuk melengkapi Laporan. Pelapor dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal Pelapor menerima pemberitahuan dari Ombudsman harus melengkapi berkas Laporan. Dalam hal Laporan tidak dilengkapi dalam waktu yang ditentukan, Pelapor dianggap mencabut Laporannya. Setelah dilakukan pemeriksaan administratif dan dinyatakan lengkap, maka selanjutnya dilakukan pemeriksaan substantif pokok aduan yang dilaporkan. Berdasarkan hasil pemeriksaan substantif, Ombudsman dapat menetapkan bahwa Ombudsman: a. tidak berwenang melanjutkan pemeriksaan; atau b. berwenang melanjutkan pemeriksaan.

Dalam memeriksa Laporan, Ombudsman wajib berpedoman pada prinsip independen, non-diskriminasi, tidak memihak, dan tidak memungut biaya serta wajib mendengarkan dan mempertimbangkan pendapat para pihak serta mempermudah Pelapor dalam menyampaikan penjelasannya.

Ombudsman Tidak Berwenang Melanjutkan Pemeriksaan:

Ombudsman memberitahukan secara tertulis kepada Pelapor dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal hasil pemeriksaan ditandatangani oleh Ketua Ombudsman. Pemberitahuan dimaksud dapat memuat saran kepada Pelapor untuk menyampaikan Laporannya kepada instansi lain yang berwenang.

Ombudsman Berwenang Melanjutkan Pemeriksaan:

Ombudsman dalam melakukan pemeriksaan dapat:

  1. memanggil secara tertulis Terlapor, saksi, ahli, dan/atau penerjemah untuk dimintai keterangan;
  2. meminta penjelasan secara tertulis kepada Terlapor; dan/atau
  3. melakukan pemeriksaan lapangan;
  4. melihat dokumen asli dan meminta salinan dokumen yang berkaitan dengan pemeriksaan.

Sub Poena Power

Jika Terlapor dan saksi telah dipanggil 3 (tiga) kali berturut-turut tidak memenuhi panggilan dengan alasan yang sah, Ombudsman dapat meminta bantuan Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk menghadirkan yang bersangkutan secara paksa.

Inspeksi Mendadak (SIDAK)

Dalam melaksanakan pemeriksaan lapangan untuk kepentingan pemeriksaan substantif, Ombudsman dapat melakukan pemeriksaan ke objek pelayanan publik tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada pejabat atau instansi yang dilaporkan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundangundangan, ketertiban, dan kesusilaan.

HASIL PEMERIKSAAN: MENOLAK atau MENERIMA LAPORAN dan MEMBERIKAN REKOMENDASI

Ombudsman menolak Laporan dalam hal:

  1. Pelapor belum pernah menyampaikan keberatan tersebut baik secara lisan maupun secara tertulis kepada pihak yang dilaporkan;
  2. Substansi Laporan sedang dan telah menjadi objek pemeriksaan pengadilan, kecuali Laporan tersebut menyangkut tindakan Mal administrasi dalam proses pemeriksaan di pengadilan;
  3. Laporan tersebut sedang dalam proses penyelesaian oleh instansi yang dilaporkan dan menurut Ombudsman proses penyelesaiannya masih dalam tenggang waktu yang patut;
  4. Pelapor telah memperoleh penyelesaian dari instansi yang dilaporkan;
  5. Substansi yang dilaporkan ternyata bukan wewenang Ombudsman;
  6. Substansi yang dilaporkan telah diselesaikan dengan cara mediasi dan konsiliasi oleh Ombudsman berdasarkan kesepakatan para pihak; atau
  7. Tidak ditemukan terjadinya Mal administrasi.

Penolakan dimaksud diberitahukan secara tertulis kepada Pelapor dan Terlapor dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal hasil pemeriksaan ditandatangani oleh Ketua Ombudsman.

Ombudsman menerima Laporan dan memberikan Rekomendasi dalam hal ditemukan Mal administrasi. Rekomendasi adalah kesimpulan, pendapat, dan saran yang disusun berdasarkan hasil investigasi Ombudsman, kepada atasan Terlapor untuk dilaksanakan dan/atau ditindaklanjuti dalam rangka peningkatan mutu penyelenggaraan administrasi pemerintahan yang baik.

Rekomendasi memuat sekurang-kurangnya:

  1. uraian tentang Laporan yang disampaikan kepada Ombudsman;
  2. uraian tentang hasil pemeriksaan;
  3. bentuk Mal administrasi yang telah terjadi; dan
  4. kesimpulan dan pendapat Ombudsman mengenai hal-hal yang perlu dilaksanakan Terlapor dan atasan Terlapor.

Rekomendasi tersebut disampaikan kepada Pelapor, Terlapor, dan atasan Terlapor dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal Rekomendasi ditandatangani oleh Ketua Ombudsman.

KEWAJIBAN MELAKSANAKAN REKOMENDASI OMBUDSMAN

Terlapor dan atasan Terlapor wajib melaksanakan Rekomendasi Ombudsman. Atasan Terlapor wajib menyampaikan laporan kepada Ombudsman tentang pelaksanaan Rekomendasi yang telah dilakukannya disertai hasil pemeriksaannya dalam waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal diterimanya Rekomendasi. Ombudsman dapat meminta keterangan Terlapor dan/atau atasannya dan melakukan pemeriksaan lapangan untuk memastikan pelaksanaan Rekomendasi. Dalam hal Terlapor dan atasan Terlapor tidak melaksanakan Rekomendasi atau hanya melaksanakan sebagian Rekomendasi dengan alasan yang tidak dapat diterima oleh Ombudsman. Ombudsman dapat mempublikasikan atasan Terlapor yang tidak melaksanakan Rekomendasi dan menyampaikan laporan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden.

SANKSI ADMINISTRASI

Terlapor dan atasan Terlapor yang tidak melaksanakan dan melaporkan pelaksanaan Rekomendasi Ombusdman dikenai sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

SANKSI PIDANA

Setiap orang yang menghalangi Ombudsman dalam melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 28

(1) Dalam hal Ombudsman berwenang melanjutkan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal26 ayat (2) huruf b, Ombudsman dalam melakukan pemeriksaan dapat:

  1. memanggil secara tertulis Terlapor, saksi, ahli, dan/atau penerjemah untuk dimintai keterangan;
  2. meminta penjelasan secara tertulis kepada Terlapor; dan/atau
  3. melakukan pemeriksaan lapangan.

(2) Ombudsman dalam melakukan pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melihat dokumen asli dan meminta salinan dokumen yang berkaitan dengan pemeriksaan.

CONFLICT of INTEREST

Ketua, Wakil Ketua, dan anggota Ombudsman dilarang turut serta memeriksa suatu Laporan atau informasi yang mengandung atau dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan dirinya.

TUJUAN OMBUDSMAN

1.mewujudkan negara hukum yang demokratis, adil, dan sejahtera;

2.mendorong penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang efektif dan efisien, jujur, terbuka, bersih, serta bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme;

3.meningkatkan mutu pelayanan negara di segala bidang agar setiap warga negara dan penduduk memperoleh keadilan, rasa aman, dan kesejahteraan yang semakin baik;

4.membantu menciptakan dan meningkatkan upaya untuk pemberantasan dan pencegahan praktekpraktek Mal administrasi, diskriminasi, kolusi, korupsi, serta nepotisme;

5.meningkatkan budaya hukum nasional, kesadaran hukum masyarakat, dan supremasi hukum yang berintikan kebenaran serta keadilan.

MANFAAT UU OMBUDSMAN

· Bagi advokat keberadaan UU ini dapat dimanfaatkan untuk kepentingan/pembelan kliennya terutama untuk memperoleh dokumen-dokumen hukum secara sah baik di tingkat kepolisian maupun kejaksaan, seperti SP2HP, dll.

· Bagi perusahaan dapat dijadikan landasan hukum dalam melakukan pengurusan perijinan usaha yang sah dan tepat waktu;

· Bagi masyarakat dapat dijadikan landasan untuk mengawasi dan mengadukan layanan publik yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti pengurusan dokumen KTP, Akte Kelahiran, dll.

· Bagi pemerintah dan penyelenggara negara lainnya dapat memanfaatkan rekomendasi Ombudsman untuk meningkatkan kinerja dan pelayanan pemerintahan.

· dan lain-lain.

Bagian terpenting dari proses Reformasi Birokrasi adalah kemauan dan keberanian masyarakat untuk melaporkan semua penyimpangan dan atau Mal Administrasi yang dilakukan oleh Penyelenggara Negara dan Pemerintahan ke Ombudsman Republik Indonesia maupun instansi penegak hukum lainnya.

Alamat OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA

Ombudsman Republik Indonesia
Jl. Adityawaman No. 43 Kebayoran baru, Jakarta 12610
Telp : +62 21 7258574-77
Fax : +62 21 7258579

www.ombudsman.go.id

Kantor Perwakilan:

Perwakilan Wilayah D.I. Yogyakarta dan Jawa Tengah
Jl. Wolter Monginsidi No. 20 Karangwaru, Tegalrejo, Yogyakarta
Telp : +62 0274 565314
Fax : +62 0274 565314


Perwakilan Wilayah NTT dan NTB
Jl. Perintis Kemerdekaan I No. 1 Kel. Oebufu, Kec. Oebobo, Kupang, NTT
Telp : +62 0380 839325
Fax : +62 0380 839325


Perwakilan Wilayah Sulawesi Utara dan Gorontalo
Jl. Babe Palar No. 57 Tanjung Batu, Manado, Sulawesi Utara
Telp : +62 0431 855966
Fax : +62 0431 855966


Perwakilan Wilayah Sumatera Utara dan Nangroe Aceh Darussalam
Jl. Mojopahit No. 2 Medan, Sumatera Utara 20153
Telp : +62 061 4565129
Fax : +62 061 4565129

Terima kasih- Copyrights @ Husendro

[+/-] Read more...

Wednesday, December 24, 2008

TERMINOLOGI in INTERNATIONAL BUSSINESS LAW

Base on request of some friends lawyer and also students law related to global economy crisis, then following I write down some terms in International Bussiness Law:

Anstalt
An Anstalt is a Liechtenstein limited company which is often used when the capital structure is complex and the business purpose is international trade.

Articles of Association
Are the regulations for governing the rights and duties of the members of the company among themselves. Articles deal with internal matters such as general meetings, appointment of directors, issue and transfer of shares, dividends, accounts and audits.

Asset Protection Trust
A trust established offshore to protect settlors' assets against those who may attempt to make claims against them - creditors, former spouses and dependants on death.

Authorised Agent
A bank or trust company authorised by regulatory authorities to deal in foreign currency securities.

Back to back loan
A loan structure when 'A' deposits a sum of money with a bank in country 'X' on condition that a related branch, agency or bank located in country 'Y' will lend an equivalent sum to 'A' or a designee in country 'Y'.

Bare Trusts
Also known as dry, formal, naked, passive or simple trusts. These are trusts where the trustees have no duties to perform other than to convey the trust property to the beneficiary(s) when called upon to do so.

Bearer Share Certificate
A negotiable share certificated filled out in the name of the 'bearer' and not to a particular person or organisation.

Bearer Stocks/Shares
Securities for which no register of ownership is kept by the company. A bearer certificate has an intrinsic value. Dividends are not received automatically from the company but must be claimed by removing and returning 'coupons' attached to the certificate.

Beneficial Owner
The actual or economic owner of an offshore company as distinct to the registered or nominal owner.

Beneficiary
A beneficiary is a person for whose benefit the Trust is created. They may be named and identified in the Trust Instrument or described by reference to a class of beneficiaries, or in the case of discretionary trusts left to the Trustee's discretion.

Blue Chip
The most prestigious industrial shares. An American term derived from the colour of the highest value poker chip.

Bonus Issue
See Capitalisation Issue

Broker/Dealer
A London Stock Exchange member firm which provides advice and dealing services to the public and which can deal on its own account.

Call
The amount due to be paid to a company by the purchase of new or partly paid shares.

Call Account
A deposit account with a financial institution without a fixed maturity date. The deposit can be 'called' (withdrawn) at any time. Call account deposits are usually one to seven day placements, however, two parties can agree on different maturities.

Call Option
The right to buy stock or shares at an agreed price at a future date.

Capital Controls
Government restrictions on the acquisition of foreign assets or foreign liabilities by domestic citizens, or the acquisition of domestic assets or domestic liabilities by foreigners.

Capitalisation Issue
The process whereby money from a company's reserves is converted into issued capital and then distributed to shareholders as new shares, in proportion to their original holdings, also known as bonus or scrip issue.

Captive Insurance Company
A wholly owned or controlled subsidiary company established by a non-insurance parent for participation in the insurance risks of the parent and its other affiliates or associates.

Certificate of Incorporation
Proof of registration of a company with the Registry.

Company Limited by Guarantee
An incorporated entity without share capital.

Company Secretary
Officer of a company, statutory in most common law jurisdictions. The person or corporation responsible for acceptance of legal service and for complying with various statutory filing requirements.

Consideration
The money value of a transaction (number of shares multiplied by the price) before adding commission, stamp duty.

Copyright
The recognition by an appropriate governmental agency of the ownership of something, usually intellectual property. Designs, art, programs, literary works, music, logos, etc can be all copyrighted. Anyone wishing to use the intellectual property in any way will have to pay a fee to the copyright owner.

Corporate Director
Corporate entity appointed as director of a company. This means that a company is the director of the other company in question.

Credit Risk
The risk that a counter-party to a transaction will fail to perform according to the terms and conditions of the contract, thus causing the holder of the claim to suffer a loss.

Debenture
A loan raised by a company paying a fixed rate of interest and secured on the assets of the company.

Director
Person who conducts the affairs of a company and who may in certain circumstances be liable towards creditors and shareholders in case of failure.

Discretionary Trust
The form of trust which is usually established offshore. The 'discretions' are vested in the trustee who can usually decide which of the beneficiaries is to benefit, when and to what extent. Discretions are exercised under advice of, or suggestions from, the settlor/protector.

Dividend
That part of a company's post-tax profits distributed to shareholders, usually expressed in pence per share.

Domicile
Under English common law, domicile is the place of your permanent home and the means by which you are connected with a certain system of law for certain legal purposes such as marriage, divorce, succession of estate and taxation.

ECU
European Currency Unit

EMU
European Monetary Unit

Equity
The risk-sharing part of a company's capital, usually referred to as ordinary shares.

ESOP
Employee Share Option Plans can either be approved or unapproved for taxation purposes. A typical plan for a multi-national company may well be set up in an offshore centre and therefore be unapproved by any particular onshore taxation authority.

For example, a multi-national corporation with employees in, say 20-30 countries may well decide to set up an unapproved scheme offshore. However, in certain circumstances, case law can provide that contributions to the scheme, which are utilised to buy shares in the sponsored equity company, may be tax deductible expenses in the books of that company.

Eurobond
A bond issued in a currency of that other than that of the country or market in which it is issued. Interest is paid without the deduction of tax.

Exchange Control or Restrictions
Limits on free dealings in foreign exchange or on free transfers of funds into other currencies and other countries.

Expatriation
The removal of ones legal residence or citizenship from one country to another in anticipation of future restrictions on capital movements or to avoid estate taxes.

Fiduciary
A Fiduciary is someone who acts on behalf of another in a particular matter or transaction. A Fiduciary has power that is capable of being used to affect his Principal and who must exercise that power solely in the best interests of his Principal.

Fiduciary Account
An amount typically deposited with a Swiss Bank which will redeposit the sum with a third party bank outside Switzerland in its own name (to overcome Swiss withholding tax on interest).

Fixed Interest
Loans issued by a company, the government (gilts or gilt-edged), or local authority, where the amount of interest to be paid each year is set on issue. Usually the date of repayment is also included in the title.

Flight Capital
The movement of large sums of money from our country to another to escape political or economic turmoil, aggressive taxation or to seek higher rates of interest.

Foreign Currency Account
An account maintained in a foreign bank in the currency of the country in which the bank is located. Foreign currency accounts are also maintained for depositors by banks in the US. Such accounts usually represent that portion of the carrying bank's foreign currency account that exceeds its contractual requirements.

Gearing
A company's debts expressed as a percentage of its equity capital. High gearing means that debts are high in relation to assets.

GMBH (Ger, Gesellschaft mit Beschrankter Haftung)
In Germany, Switzerland and Austria, a limited liability company in which the liability of the members is limited to amounts agreed contributions, or as stipulated in the Articles of Association.

Grantor Trust
Under US tax law, income of the trust is taxed as the income of the grantor.

Hedge Funds
Speculative funds managing investments for private investors (in the US, such funds are unregulated if the number of investors does not exceed one hundred).

Hot Money
1 Large quantities of money that move quickly in international currency exchanges due to speculative activity.

2 Foreign funds temporarily transferred to a financial centre and subject to withdrawal at any moment.

Hybrid Companies
A hybrid company is a company having various classes of membership which typically can comprise registered stock, guaranteed membership and unlimited membership. The guarantor member being liable to contribute to the company a stated sum in the event of insolvency or liquidations, whilst an unlimited member, as the name implies, has no limit on his liability relating to the debts of the company in the event of an insolvency.

Insider Dealing
A criminal offence involving the purchase or sale of shares by someone who possesses 'inside' information about a company's performance and prospects which is not yet available to the market as a whole, and which if available might affect the share price.

International Business Company (IBC)
A term used to define a variety of offshore corporate structures. Common to all IBCs are its dedication to business use outside the incorporating jurisdiction, rapid formation, secrecy, broad powers, low cost, low to zero taxation and minimal filing and reporting requirements. An increasing number of offshore jurisdictions are permitting the use of bearer shares, nominee shareholders, directors and officers.

Laundering
Laundering is the process of cleaning illicitly gained money so that it appears to either have come from or to be going to a legitimate source.

Letter of Wishes/Memorandum of Wishes
A document prepared by the settlor of grantor of a trust providing guidance on how trustees should exercise their discretions.

License
Here you sell a person or company the right to use either a copyright or patent for a specific length of time, or in a restricted area.

Limited Partnership
A limited partnership is a partnership with at least one general partner who is fully liable for the engagements of the partnership, whilst the limited partners are only liable to the extent of their unpaid partnership capital. Limited partners may not be involved in the management of the partnership without jeopardising their limited status.

Limited Liability Partnership
A limited liability partnership is a vehicle intended for professional firms in which all partners may be involved in management but the partnership as a whole has a stated paid up capital, against which creditors may mount an action. It should be noted that in a limited liability partnership there is no limit in respect of claims of negligence against individual partnership members but the claim against the whole partnership would ipso facto be of a defined maximum amount.

Limited Liability Limited Partnership
This is a limited partnership which has been re-registered as a limited liability partnership. A limited liability limited partnership designation however indicates to third parties that the partnership commenced its activities as a limited partnership before converting to a limited liability partnership.

Managed Bank
An offshore bank also known as a Class "B" or cubicle bank. The managed bank is not required to maintain a physical presence in the licensing jurisdiction. Its presence in the licensing jurisdiction is passive with nominee directors and officers provided by a managing trust company with a physical presence. The managed bank is not permitted to transact business within the licensing jurisdiction but may maintain its books, records, etc there to assure secrecy of operations.

Memorandum of Association
The charter of a company which indicates nationality, the nature of its business and the share capital it is authorised to issue. It is a statutory document which effectively governs the company's relations with the outside world.

Naamloze Vennootschap (NV)
In Dutch Company Law, the NV is the form of incorporation favoured by larger companies. It can be compared to the American corporation.

Nominee
Company or private individual used to act as owner or director of a company on behalf of another party. This is who you say owns or runs the company.

Nominee Company
A company formed for the express purpose of holding securities and other assets in its name or to provide nominee directors and/or officers on behalf of clients of its parent bank or trust company.

Nominee Director
A director whose function is passive in nature. The director receives a fee for lending his or her name to the organisation. Nominee directors are subject to director responsibilities.

Nominee Name
Name in which security is registered and held in trust on behalf of the beneficial owner.

Offshore Company
See International Business Company.

Offshore Dollars
Same as Eurodollars but encompassing such deposits held in banks and branches anywhere outside the US, including Europe.

Offshore Financial Centres
A country or jurisdiction where an international attempt has been made to attract foreign business by deliberate government policy, such as the enactment of secrecy laws and tax incentives.

Offshore Limited Partnership
A partnership, the general partner of which is an offshore company but the limited partners may be onshore entities.

Offshore Profit Centres
Branches of major international banks and multinational corporations located in a low tax financial centre, which are established for the purpose of lowering taxes.

Offshore Trust
The quality that differentiates an offshore trust from an onshore trust is portability. The offshore trust can be transferred to alternative jurisdictions to maintain confidentiality and to advantage desirable facets of the new jurisdiction's laws.

Patent
The recognition by an appropriate governmental agency of the ownership of an idea, process, development, etc. (See Copyright).

Private Company
A company which does not have a listing on the Exchange and is debarred from offering its shares to the general public.

Private Trustee Company
A company incorporated in certain offshore jurisdictions, such as Bermuda, to act as a trustee for a limited class or group of trusts. Private trustee companies are not permitted to offer trustee services to the public generally.

Protected Cell Company (PCC)
A protected cell company may be viewed as a doughnut, the centre of which is the ordinary share capital of the company around which clusters a number of cells, which are individually capitalised with preference capital. The company may contract for individual cells to carry out certain activities on behalf of the company. However, it should be noted that under the PCC Legislation a cell is capable of going bankrupt in certain circumstances, leaving the core share capital untouched. A PCC is similar to a divisionalised entity, save that each division or cell can go bankrupt without the entire company being placed in jeopardy.

Protector
A person appointed by the settlor/grantor of a trust, who has limited powers to control the trustee and usually has the right to change trustees.

Proxy
A person empowered by a shareholder to vote on his behalf at meetings.

Public Limited Company (Plc)
A public company limited by shares or by guarantee and having share capital, which may offer shares for purchase by the general public. Only Plcs may qualify for listing on the London Stock Exchange.

Purpose Trust
A trust created for an express purpose without any individually ascertained or ascertainable beneficiaries. A purpose trust is typically used in circumstances where the trust would not be exclusively charitable but wholly philanthropic.

Re-domiciliation Corporations
Some offshore jurisdictions allow corporations incorporated in other jurisdictions to re-incorporate in their own at will.

Re-invoicing
Service offered to offshore trading companies so that legal title to trade goods passes to an offshore company at some intermediate point in a transaction.

Resident Company
A bank, trust company or holding company permitted to deal only in local currency. Foreign currency transactions must be approved by the appropriate regulatory authority.

Restricted Bank and/or Trust Licence
Permits the holder to carry on business with certain specified persons whose names are usually listed in the licence.

Securities
General name for all stocks and shares of all types. In common usage, stocks are fixed interest securities and shares are the rest, although strictly speaking the distinction is that stock is denominated in money terms.

Securitisation
This is a method by which entities can raise capital. It involves them converting some of their assets into securities rather than selling them, for example, a Bank could convert its loans into Mortgage Bonds and sell them as such.

Service Company
A company located in an offshore financial centre to provide management, invoicing and other services for client companies located in other countries. Initially used to advantage double taxation treaties. Service companies are now frequently used to facilitate flight capital outflow, and are often involved in money laundering schemes.

Settlor
The Settlor is the person who establishes the Trust. He is the person who transfers money or other property to the Trustees for them to hold upon the terms of the Trust.

Shelf Company
Companies incorporated and held in stock for later use. This is often the fastest way to obtain offshore companies since they are fully formed and available instantly.

SRO (Self Regulating Organisation)
An organisation recognised by the SIB and responsible for monitoring the conduct of business and capital adequacy of investment firms.

Stamp Duty
A UK tax currently levied on the purchase of shares.

Stiftung
The Stiftung is a private establishment and this legal form is unique to Liechtenstein. The entity is an autonomous fund with a legal personality. The capital is not divided into shares, and the economic benefits are usually vested in the holder of the "founder's" rights.

Trust
A trust is a common law legal structure used to legally separate the owner from his assets by handing over control to a third party, known as a trustee.

[+/-] Read more...

Monday, December 22, 2008

DUGAAN PELANGGARAN HUKUM dan HAM di RUMAH SUSUN

Program pemerintahan SBY-JK yang merencanakan pembangunan Rumah Susun sebanyak 1000 Tower tentu saja merupakan kabar yang menggembirakan bagi masyarakat Indonesia ditengah-tengah kekurangan lahan untuk membangun rumah apalagi dikota-kota besar yang jumlah penduduknya sangat padat namun luas wilayahnya kecil atau tidak sepadan dengan jumlah penduduknya. Akan tetapi Program ini tentu saja tidak serta merta diterima dengan begitu saja oleh stakeholder yang selama ini bergerak di bidang atau terkait dengan rumah susun, baik Asosiasi, Pengamat, Praktisi, Akademisi, maupun calon konsumen dan konsumen sendiri.

Bulan Februari 2008 saya didatangi oleh Sdr. Ibnu Tadji dan Aguswandi Tanjung (Ketua Umum dan Sekjen Asosiasi Penghuni Rumah Susun Seluruh Indonesia) dan sejak saat itu kedua teman saya ini dan juga beberapa pengurus lainnya sering mengadakan diskusi bersama saya mengenai masalah rumah rusun ini terutama dalam kaitannya adanya dugaan pelanggaran hukum dan HAM di rumah susun.

Dari beberapa diskusi saya mencoba menarik benang merah beberapa permasalahan yang ada, yakni Masalah Hukum, Status Tanah, Jual Beli, PPJB, PPRS dan Pengelolaan.

Dasar Hukum Rusun di Indonesia

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun Ps. 8 dan Ps. 9 :

- Menjamin hak kepemilikan perorangan / badan hukum atas satuan rusun.

- Menjamin hak atas kepemilikan bersama atas bagian, benda, dan tanah bersama.

- Keduanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun Ps.19 ayat 1 dan 3 bagian penjelasan :

- Untuk menjamin ketertiban, gotong royong dan keselarasan sesuai dengan kepribadian Indonesia dalam mengelola Bagian, Benda, dan Tanah Bersama, maka dibentuk Perhimpunan Penghuni

- PP kegiatannya perlu diserasikan dengan kelembagaan RT dan RW yang

bergerak dibidang kemasyarakatan.

Konsep Rusun: Membangun Kesejahteraan Sosial dan Perekonomian

Masalah perumahan adalah masalah Pembangunan Sosial, Ekonomi, Teknologi dan Budaya masyarakat.

Pembangunan Perumahan di Indonesia lebih tepat dalam kerangka Ideologi Pancasila dan UUD 45, namun sementara ini kita merasakan arus Kapitalisme dan Liberalisasi tengah mengusik Kepribadian Bangsa.

Dari pengamatan atas kasus-kasus, fenomena Pembangunan yang didasarkan pada kepribadian Bangsa Indonesia sendiri lebih memberikan jaminan ketentraman, ketenangan dan keselarasan dalam kehidupan bertetangga.

Tentang Masa Pra-PPRS berdasarkan UU No.16 Tahun 1985 tentang Rusun

1. Untuk menjamin ketertiban, gotong royong dan keselarasan sesuai dengan kepribadian Indonesia dalam mengelola bagian bersama, benda dan tanah, maka dibentuk PP yang mengatur dan mengurus kepentingan bersama. - Ps 19 (1) BP

2. Kegiatan PP perlu diserasikan dengan kegiatan Kelembagaan RT/RW yang bergerak dibidang kemasyarakatan. - Ps 19 (3) BP

3. Bersama dengan Pemda, Badan Pengawas independen dilibatkan dalam proses pemberian ijin layak huni, melakukan Mediasi untuk penyelesaian perkara dll.

4. Hak dan Kewajiban pengembang dan konsumen dituangkan berimbang dan proporsional dalam PPJB (masyarakat konsumen dapat berperan sebagai kepanjangan tangan Pemerintah untuk mengawasi kegiatan pengembang).

5. Developer wajib bertindak sebagai pengurus perhimpunan sementara sebelum terbentuknya PP guna membantu persiapan terbentuknya PP yang sebenarnya dalam waktu yang secepatnya. - Ps 57 ( 4 )

6. Lembaga RT/RW telah dipersiapkan sejak masa pra-PPRS, dan dimasukkan di dalam draft AD/ART yang kelak dipersiapkan untuk RUA I.

Tentang Masa Pembentukan PPRS berdasarkan UU No.16 Tahun 1985 tentang Rusun

Penghuni Rumah Susun wajib membentuk Perhimpunan Penghuni

1. Langkah pertama, membentuk lembaga RT /RW yang dipilih oleh dan dari masyarakat Rusun itu sendiri.

2. Langkah kedua, Pengurus PP dipilih berdasarkan azas kekeluargaan oleh dan dari Pengurus RT/RW yang telah terbentuk terlebih dahulu melalui RUA.- Ps 57

3. Keanggotaan PPRS terdiri dari:

a. Anggota Penuh, adalah anggota PPRS yang memiliki Rusun dengan cara Jual beli, Hibah dll, yang telah membayar Pajak Ppn dan BPHTB kepada pemerintah.

b. Anggota wajib, adalah anngota PPRS yang menggunakan unit Rusun atas dasar hubungan Hukum ( sewa menyewa, pinjam pakai dll ), atau pemilik yang bukan dari obyek jual beli, hibah dsb, yang tidak membayar pajak Ppn dan BPHTB kepada pemerintah.

4. Penyelenggara pembangunan wajib menyerahkan dokumen Perijinan beserta gambar dan ketentuan teknis yang terperinci sebagai mana dimaksud dalam ps 30,31 dan 34 kepada PP yang telah dibentuk beserta kelengkapan dokumennya, misalnya manual pemeliharaan dan perbaikan peralatan, dlsb.- Ps 35 ayat (3)

5. Pengelolaan Rusun dapat dilakukan oleh suatu badan pengelola yang ditunjuk atau dibentuk sendiri oleh PPRS (Koperasi PPRS dapat berperan sebagai Badan Pengelola).- Ps 65 & 66

6. Penyelenggara pembangunan yang membangun rusun wajib mengelola dalam jangka waktu sekurang-kurangnya 3 bln dan paling lama 1 thn sejak terbentuknya PP atas biaya penyelenggara pembangunan.- Ps 67

7. AD/ART PP disusun oleh pengurus yang pertama kali dipilih dan disahkan oleh rapat umum PP. ….. Dan berdasarkan pada ketentuan Pemda dengan memperhatikan petunjuk dan pedoman yang dikeluarkan oleh Menteri Dalam Negeri.- Ps 71 & 72

Masa PPRS

1. Dalam hal terjadi perubahan Fisik Rusun yang mengakibatkan perubahan NPP, harus mendapat persetujuan PPRS. Akte perubahan itu selanjutnya harus didaftarkan sesuai pasal 39 ayat 4, untuk dijadikan dasar perubahan buku tanah dan seluruh SHM SRS di rusun ybs.- Ps 47 & 48

2. Setiap penghuni (Anggota Penuh dan Anggota Wajib) berkewajiban membayar iuran pengelolaan dan premi asuransi kebakaran. - Ps 61 (2b)

3. Pembiayaan (iuran) pengelolaan Bagian, Benda dan Tanah bersama bibebankan kepada penghuni (Anggota Penuh dan Anggota Wajib) atau pemilik secara proporsional melalui PPRS. - Pasal 69

4. Setiap penghuni berhak memanfaatkan Rusun dan lingkungannya termasuk bagian, benda dan Tanah bersama secara aman dan tertib, mendapatkan perlindungan sesuai AD/ART. Hanya Anggota Penuh yang memiliki hak untuk memilih dan dipilih menjadi Pengurus PP . - Ps 61 (1)

5. Rapat umum tahunan PPRS harus diadakan setahun sekali. Pengurus PPRS wajib memberikan laporan Pertanggungjawaban mengenai kepengurusan PPRS dan administrasi keuangan selama tahun buku yang lalu. Neraca tahun buku yang lalu yang telah diaudit oleh akuntan harus diajukan ke rapat untuk mendapatkan persetujuan dan pengesahan. - Kepmenpera no. 6 thn 95 tentang contoh ART PPRS Ps 1

6. Koperasi dapat menjadi Badan Pengelola yang bertugas mengelola Bagian, Benda dan Tanah Milik Bersama serta aspek Penghunian baik ke dalam maupun ke luar ( lihat penjelasan lampiran ).- Ps 68

7. Perpanjangan Hak atas Tanah, dilakukan sebelum habis masa berlakunya, secara kolektif oleh PPRS.- Kepmenpera no. 06 thn 95, tentang Pedoman Pembuatan ART PPRS, Bab VII

Fakta Pengelolaan Rusun

Dalam Pembentukan PPRS

yang bertentangan dengan UU No.16 Tahun. 1985 tentang Rusun, Pasal 19 jo. PP No. 4 Tahun 1988 tentang Rusun, Pasal 57, yakni:

RUA I, untuk membentuk PPRS dan pengesahan AD/ART Rusun. Developer membentuk PPRS sendiri dengan menempatkan karyawannya sebagai pengurus PPRS.

AD/ART PPRS dibentuk tidak seluruhnya sesuai dengan peraturan dalam Pedoman pembuatan AD/ART yang dikeluarkan oleh Kementerian Perumahan Negara Perumahan Rakyat, lebih kepada menguntungkan Developer.

Masalah bawaan dari Tahap Pra – PPRS menjadi issue yang menghambat kelancaran RUA I.

Serah terima fisik dan dokumen-dokumen Rusun, yang tidak lengkap dan tidak transparan sering memunculkan masalah yang berkepanjangan.

Badan Pengelola yang dibentuk atau ditunjuk, sering dimonopoli oleh Developer, sehingga merugikan masyarakat Rumah Susun.

Dalam Masa PPRS

yang bertentangan dengan PP No.4 Thn 1988 tentang Rusun, Pasal 35 (3), 38, 47, 62, 67 dan 68 jo. Kep Menpera selaku Ketua BKP4N No.6 Thn 1995, yakni:

Dokumen-dokumen Rusun tidak secara lengkap diberikan. Akibatnya PPRS dan/atau Penghuni melakukan protes yang berujung pada tuntutan hukum.

Nilai NPP banyak tidak sesuai lagi dengan awal Pertelaan, akibatnya besarnya Hak dan Kewajiban menjadi kabur, sementara developer sering tidak Transparan dalam hal ini.

Kewajiban untuk mengelola dalam kurun waktu 3 sampai 12 bulan, atas biaya developer setelah PPRS terbentuk banyak tidak dilakukan.

1. RUA PPRS sering menyimpang dari tujuan didirikannya.

Laporan keuangan tidak diberikan atau tidak di-Audit.

Pemilihan pengurus PP atas dasar voting single majority jumlah NPP (seperti pada rapat umum pemegang saham PT), bukan berdasarkan permusyawaratan dan berasas kekeluargaan yang partisipatif, sebagaimana landasan semangat kebersamaan hidup didalam UU No 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun.

2. Hak atas Tanah yang tidak dijelaskan sejak awal, memunculkan banyak masalah saat perpanjangannya. ( contoh HGB diatas HPL )

3. Kewenangan yang absolut dari PPRS dan Pengelola menjadikan Penghuni sebagai obyek pemerasan, dengan dalih iuran atau yang sering diganti istilahnya dengan Service Charge.

4. Tindakan sepihak dari Pengelola yang mematikan listrik dan air, padahal merupakan kebutuhan pokok dalam memenuhi hajat hidup manusia.

Fakta Ketidakberdayaan Konsumen Rumah Susun

Skema yang paling sederhana dari proses pembelian Rusun adalah dimulai dari Uang Tanda jadi yang pada umumnya tidak bisa kembali lagi jika pembelian tidak jadi dengan alasan apapun --- selanjutnya ditandatanganinya PPJB yang sudah standar Developer, berat sebelah, tidak berimbang hak & kewajibannya ---Selanjut masa AJB/Sertifikat yang sering tidak jelas status tanah & NPP-nya, karena dokumen lainnya disembunyikan Developer. Hal ini terjadi disebabkan:

  1. Masyarakat masih awam tentang Hukum Rusun.
  2. Perlindungan Konsumen masih sebatas Text Book, belum dalam praktek.
  3. Pemerintah kurang peduli dalam merespon pengaduan masyarakat terhadap pelanggaran UU dan Peraturan tentang Rusun.
  4. Tindakan Pengembang sudah diwarnai dengan Premanisme.

DUGAAN PELANGGARAN HUKUM dan HAM di RUMAH SUSUN

A. KEPASTIAN KEPEMILIKAN TANAH DI RUMAH SUSUN

Status Tanah Bersama

Pada awal jual beli, status tanah dikatakan oleh pengembang adalah HGB (tercantum di Sertifikat HMSRS).

18 thn kemudian, saat HGB akan diperpanjang di BPN ditolak karena status tanah bersama ternyata HPL milik Pemda DKI. Penghuni protes kepada Pengembang dan BPN karena dinilai menyesatkan dan tidak jujur (penghuni merasa telah ditipu oleh pengembang).

Upaya hukum dilakukan oleh Penghuni dengan melaporkan kejadian tersebut ke pihak Kepolisian dan melakukan gugatan Perdata ke Pengadilan Negeri.

Contoh masalah Status Tanah Bersama ini terjadi di Apartemen Mangga Dua

Court, ITC Mangga Dua, dll.

Penyerobotan Tanah

Perpanjangan Hak atas Tanah (HGB) yang habis masanya, diperpanjang atas nama pengembang kembali, dan bukan kepada PPRS sebagaimana seharusnya.

Penghuni dan Pemilik dirugikan karena tidak lagi memiliki Tanah bersama karena sertifikat perpanjangan HGB telah diatas namakan kembali ke Pengembang.

Penghuni melaporkan tindakan pengembang & PPRS kepada pihak kepolisian dan melakukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Contoh masalah tersebut terjadi di ITC Roxy Mas. Dikhawatirkan beberapa Lokasi lain bisa mengalami masalah yang sama, dengan mengingat hampir semua PPRS dan Pengelola diwilayah Jabotabek adalah kelompok/group Pengembang.

B. AKSES INFORMASI DAN DOKUMEN RUMAH SUSUN

§ Dokumen penting, seperti Sertifikat Tanah Induk, Pertelaan, Izin Layak Huni, IMB dll tidak diberikan oleh pengembang (meskipun pemilik /penghuni telah meminta salinannya kepada pengembang).

§ Sertifikat HMSRS selain terdiri dari sertifikat, juga Pertelaan, yaitu dokumen mengenai besarnya hak atas bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama (Pasal 9 ayat 2 UU no.16 thn 1985 tentang Rusun). Pengembang terkesan dengan sengaja memisahkan / menyembunyikan kesatuan dari Sertifikat HMSRS tersebut.

§ Akibatnya pemilik tidak dapat mengetahui secara pasti tentang status tanah bersama, jumlah NPP yang sebenarnya, kelayakan bangunan, dsb-nya.


Contoh masalah tersebut terjadi di Apartemen Bumimas, ITC Permata Hijau, ITC Mangga Dua dan hampir seluruh Rusun yang PPRS-nya dikuasai Pengembang.

C. PEMILIHAN PENGURUS PPRS

Pemilihan anggota pengurus PPRS bentukan Pengembang tidak didasarkan atas asas kekeluargaan oleh, dari dan untuk penghuni, namun mutlak ditetapkan oleh Pengembang (PPRS dikuasai sepenuhnya oleh pengembang).

Penyalahgunaan pemakaian NPP, besarnya NPP digunakan dalam pemilihan pengurus PPRS dan bukan melalui asas musyawarah mufakat.

Fakta, PPRS bentukan pengembang melakukan tugasnya dengan cara, absolut, sewenang-wenang, tidak transparan, diskriminatif.

Contoh permasalahan PPRS ini terjadi di Apartemen Bumimas, Apartemen Semanggi, Apartemen Mediterania Palace Residence Kemayoran, Lagoon Residences Kemayoran, ITC Mangga Dua, ITC Roxy Mas, ITC Permata Hijau dan banyak lagi lainnya.

D. PENGELOLAAN RUSUN

Pengelola yang memang ditunjuk sendiri oleh PPRS bentukan Pengembang, menjalankan kebijakan PPRS demi kepentingan kelompok/groupnya, melalui kepengurusan yang Absolut (Pengembang sebagai PPRS dan sekaligus Pengelola).

Diantara masalah pengelolaan, adalah tindakan sewenang-wenang melalui kontrol absolut terhadap aliran listrik, air, telphone, gas, TV cable, parkir, akses masuk, papan pengumuman, keamanan dsb, ditambah lagi tidak adanya Transparansi dan Akuntabilitas, mengakibatkan kesengsaraan bagi penghuni dan pemilik di rumah susun.

Pengelola dan PPRS bentukan Pengembang melakukan ancaman kepada penghuni/pemilik rusun yang tidak mengikuti kebijakan sepihak pengembang baik secara tertulis (surat) maupun tindakan langsung (berupa mematikan listrik & air yang merupakan hajat hidup orang banyak), membuat penghuni/pemilik rusun menjadi tertekan baik secara mental & moril.

E. PUTUSAN HUKUM

Permasalahan hukum / kasus yang terjadi di rumah susun sudah masuk ke Pengadilan hingga Mahkamah Agung RI.

Pengembang bertindak arogan, dengan tidak mentaati putusan hukum yang sudah inkracht (mempunyai kekuatan hukum yang pasti), dan dengan berbagai alasan berupaya untuk tidak melaksanakan putusan.

KESIMPULAN dan SARAN

Permasalahan rusun telah berkembang sangat kompleks serta multi dimensi, tidak terbatas hanya pada masalah tehnis penghunian (ekonomi, isu lingkungan, dll) semata, namun sudah masuk wilayah pertikaian pada masalah Hak Kepengurusan PPRS, Hak Kepemilikan atas Tanah, Hak Pengelolaan, dsb, yang berujung kesengsaraan penghuni/Pemilik Rusun.

Kekuasaan Pengembang terlalu dominan, menetapkan keputusan dalam bidang pengelolaan secara sepihak, diskriminatif, dan bersifat memaksa Penghuni/Pemilik Rusun.

Ancaman/intimidasi baik melalui surat maupun tindakan langsung, dilakukan oleh Pengembang terhadap Penghuni/Pemilik Rusun yang tidak mengikuti kebijakan sepihak Pengembang.

Bentuk luapan kekecewaan dan jeritan hati Penghuni/Pemilik/Pedagang Kecil Rusun yang dicurahkan melalui media harian, malahan menjadi status ”TERSANGKA” (karena dilaporkan oleh pengembang kepada polisi ).

Masyarakat Rusun menjadi ragu untuk menyuarakan aspirasi melalui kritik, saran, pendapat di media masa, yang semestinya merupakan Hak Azasi dan Kewajiban warga negara.

. Pihak Pemerintah sebaiknya harus mengindentifikasi ulang semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan rumah susun dan merevisinya menjadi lebih baik dengan mempertimbangkan porsi yang aturan yang adil bagi kedua belah pihak, yakni Developer dan konsumen.



Istilah dan Informasi dalam Rusun

Rumah Susun ( UU RI no.16 Thn 1985 tentang Rusun )

Adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian, benda dan tanah milik bersama.

UU RI no.16 Thn 1985, tentang Rusun pada pasal 24, menyatakan: “ketentuan dalam undang-undang ini berlaku dengan penyesuaian menurut kepentingannya terhadap Rumah Susun yang dipergunakan untuk keperluan lain”.

PP RI no. 4 Thn 1988, tentang Rusun pada pasal 1 dan 7, menguatkan landasan hukum bagi definisi Rumah Susun yakni bisa berupa Hunian, Bukan Hunian dan Campuran .

Satuan Rumah Susun

Adalah rumah susun yang tujuan peruntukan utamanya digunakan secara terpisah sebagai tempat hunian yang mempunyai sarana ke jalan umum.

Tanah Bersama

Adalah sebidang tanah yang digunakan atas dasar hak bersama secara tidak terpisah, yang di atasnya berdiri rumah susun dan ditetapkan batasnya dengan persyaratan izin bangunan.

Bagian Bersama

Adalah bagian rumah susun yang dimiliki secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama dalam kesatuan fungsi dengan satuan-satuan rumah susun.

Benda Bersama

Adalah benda-benda yang bukan merupakan bagian rumah susun tetapi dimiliki bersama serta tidak terpisah untuk pemakaian bersama.

Pemilik

Adalah perseorangan atau badan hukum yang memiliki satuan rumah susun yang memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah.

Penghuni

Adalah perseorangan yang bertempat tinggal dalam satuan rumah susun.

Perhimpunan Penghuni

Adalah perhimpunan yang anggotanya terdiri dari para penghuni SRS.

Badan Pengelola

Adalah badan yang bertugas mengelola rumah susun.

Iuran Bulanan

Adalah iuran yang besarnya ditetapkan secara musyawarah oleh anggota PPRS, dipungut dari penghuni untuk mengelola bagian, benda dan tanah milik bersama. Terdiri dari Biaya Operasional, Utilitas dan Sinking Fund.

Service Charge

Adalah biaya yang ditetapkan oleh pengelola berdasarkan kalkulasi bisnis, terhadap penghuni yang menyewa unit Rusun hunian dan/atau non hunian. Istilah ini dipakai untuk Rusun Sewa Hunian/Serviced Apartment dan/atau Rusun Sewa Non Hunian/Rental Shop.

Terima kasih

[+/-] Read more...