Charity Fund

Bantulah Saudara-saudara kita yang menjad korban jebolnya tanggul di Situ Gintung, Tangerang, Banten-Indonesia Melalui Palang Merah Indonesia

Bantuan Bencana Umum:Bank Mandiri Cabang Wisma Baja a/c 070.00001.160.17 a/n Palang Merah Indonesia



NEWS and ARTICLES

Please read news and my articles this following :

Monday, December 22, 2008

DUGAAN PELANGGARAN HUKUM dan HAM di RUMAH SUSUN

Program pemerintahan SBY-JK yang merencanakan pembangunan Rumah Susun sebanyak 1000 Tower tentu saja merupakan kabar yang menggembirakan bagi masyarakat Indonesia ditengah-tengah kekurangan lahan untuk membangun rumah apalagi dikota-kota besar yang jumlah penduduknya sangat padat namun luas wilayahnya kecil atau tidak sepadan dengan jumlah penduduknya. Akan tetapi Program ini tentu saja tidak serta merta diterima dengan begitu saja oleh stakeholder yang selama ini bergerak di bidang atau terkait dengan rumah susun, baik Asosiasi, Pengamat, Praktisi, Akademisi, maupun calon konsumen dan konsumen sendiri.

Bulan Februari 2008 saya didatangi oleh Sdr. Ibnu Tadji dan Aguswandi Tanjung (Ketua Umum dan Sekjen Asosiasi Penghuni Rumah Susun Seluruh Indonesia) dan sejak saat itu kedua teman saya ini dan juga beberapa pengurus lainnya sering mengadakan diskusi bersama saya mengenai masalah rumah rusun ini terutama dalam kaitannya adanya dugaan pelanggaran hukum dan HAM di rumah susun.

Dari beberapa diskusi saya mencoba menarik benang merah beberapa permasalahan yang ada, yakni Masalah Hukum, Status Tanah, Jual Beli, PPJB, PPRS dan Pengelolaan.

Dasar Hukum Rusun di Indonesia

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun Ps. 8 dan Ps. 9 :

- Menjamin hak kepemilikan perorangan / badan hukum atas satuan rusun.

- Menjamin hak atas kepemilikan bersama atas bagian, benda, dan tanah bersama.

- Keduanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun Ps.19 ayat 1 dan 3 bagian penjelasan :

- Untuk menjamin ketertiban, gotong royong dan keselarasan sesuai dengan kepribadian Indonesia dalam mengelola Bagian, Benda, dan Tanah Bersama, maka dibentuk Perhimpunan Penghuni

- PP kegiatannya perlu diserasikan dengan kelembagaan RT dan RW yang

bergerak dibidang kemasyarakatan.

Konsep Rusun: Membangun Kesejahteraan Sosial dan Perekonomian

Masalah perumahan adalah masalah Pembangunan Sosial, Ekonomi, Teknologi dan Budaya masyarakat.

Pembangunan Perumahan di Indonesia lebih tepat dalam kerangka Ideologi Pancasila dan UUD 45, namun sementara ini kita merasakan arus Kapitalisme dan Liberalisasi tengah mengusik Kepribadian Bangsa.

Dari pengamatan atas kasus-kasus, fenomena Pembangunan yang didasarkan pada kepribadian Bangsa Indonesia sendiri lebih memberikan jaminan ketentraman, ketenangan dan keselarasan dalam kehidupan bertetangga.

Tentang Masa Pra-PPRS berdasarkan UU No.16 Tahun 1985 tentang Rusun

1. Untuk menjamin ketertiban, gotong royong dan keselarasan sesuai dengan kepribadian Indonesia dalam mengelola bagian bersama, benda dan tanah, maka dibentuk PP yang mengatur dan mengurus kepentingan bersama. - Ps 19 (1) BP

2. Kegiatan PP perlu diserasikan dengan kegiatan Kelembagaan RT/RW yang bergerak dibidang kemasyarakatan. - Ps 19 (3) BP

3. Bersama dengan Pemda, Badan Pengawas independen dilibatkan dalam proses pemberian ijin layak huni, melakukan Mediasi untuk penyelesaian perkara dll.

4. Hak dan Kewajiban pengembang dan konsumen dituangkan berimbang dan proporsional dalam PPJB (masyarakat konsumen dapat berperan sebagai kepanjangan tangan Pemerintah untuk mengawasi kegiatan pengembang).

5. Developer wajib bertindak sebagai pengurus perhimpunan sementara sebelum terbentuknya PP guna membantu persiapan terbentuknya PP yang sebenarnya dalam waktu yang secepatnya. - Ps 57 ( 4 )

6. Lembaga RT/RW telah dipersiapkan sejak masa pra-PPRS, dan dimasukkan di dalam draft AD/ART yang kelak dipersiapkan untuk RUA I.

Tentang Masa Pembentukan PPRS berdasarkan UU No.16 Tahun 1985 tentang Rusun

Penghuni Rumah Susun wajib membentuk Perhimpunan Penghuni

1. Langkah pertama, membentuk lembaga RT /RW yang dipilih oleh dan dari masyarakat Rusun itu sendiri.

2. Langkah kedua, Pengurus PP dipilih berdasarkan azas kekeluargaan oleh dan dari Pengurus RT/RW yang telah terbentuk terlebih dahulu melalui RUA.- Ps 57

3. Keanggotaan PPRS terdiri dari:

a. Anggota Penuh, adalah anggota PPRS yang memiliki Rusun dengan cara Jual beli, Hibah dll, yang telah membayar Pajak Ppn dan BPHTB kepada pemerintah.

b. Anggota wajib, adalah anngota PPRS yang menggunakan unit Rusun atas dasar hubungan Hukum ( sewa menyewa, pinjam pakai dll ), atau pemilik yang bukan dari obyek jual beli, hibah dsb, yang tidak membayar pajak Ppn dan BPHTB kepada pemerintah.

4. Penyelenggara pembangunan wajib menyerahkan dokumen Perijinan beserta gambar dan ketentuan teknis yang terperinci sebagai mana dimaksud dalam ps 30,31 dan 34 kepada PP yang telah dibentuk beserta kelengkapan dokumennya, misalnya manual pemeliharaan dan perbaikan peralatan, dlsb.- Ps 35 ayat (3)

5. Pengelolaan Rusun dapat dilakukan oleh suatu badan pengelola yang ditunjuk atau dibentuk sendiri oleh PPRS (Koperasi PPRS dapat berperan sebagai Badan Pengelola).- Ps 65 & 66

6. Penyelenggara pembangunan yang membangun rusun wajib mengelola dalam jangka waktu sekurang-kurangnya 3 bln dan paling lama 1 thn sejak terbentuknya PP atas biaya penyelenggara pembangunan.- Ps 67

7. AD/ART PP disusun oleh pengurus yang pertama kali dipilih dan disahkan oleh rapat umum PP. ….. Dan berdasarkan pada ketentuan Pemda dengan memperhatikan petunjuk dan pedoman yang dikeluarkan oleh Menteri Dalam Negeri.- Ps 71 & 72

Masa PPRS

1. Dalam hal terjadi perubahan Fisik Rusun yang mengakibatkan perubahan NPP, harus mendapat persetujuan PPRS. Akte perubahan itu selanjutnya harus didaftarkan sesuai pasal 39 ayat 4, untuk dijadikan dasar perubahan buku tanah dan seluruh SHM SRS di rusun ybs.- Ps 47 & 48

2. Setiap penghuni (Anggota Penuh dan Anggota Wajib) berkewajiban membayar iuran pengelolaan dan premi asuransi kebakaran. - Ps 61 (2b)

3. Pembiayaan (iuran) pengelolaan Bagian, Benda dan Tanah bersama bibebankan kepada penghuni (Anggota Penuh dan Anggota Wajib) atau pemilik secara proporsional melalui PPRS. - Pasal 69

4. Setiap penghuni berhak memanfaatkan Rusun dan lingkungannya termasuk bagian, benda dan Tanah bersama secara aman dan tertib, mendapatkan perlindungan sesuai AD/ART. Hanya Anggota Penuh yang memiliki hak untuk memilih dan dipilih menjadi Pengurus PP . - Ps 61 (1)

5. Rapat umum tahunan PPRS harus diadakan setahun sekali. Pengurus PPRS wajib memberikan laporan Pertanggungjawaban mengenai kepengurusan PPRS dan administrasi keuangan selama tahun buku yang lalu. Neraca tahun buku yang lalu yang telah diaudit oleh akuntan harus diajukan ke rapat untuk mendapatkan persetujuan dan pengesahan. - Kepmenpera no. 6 thn 95 tentang contoh ART PPRS Ps 1

6. Koperasi dapat menjadi Badan Pengelola yang bertugas mengelola Bagian, Benda dan Tanah Milik Bersama serta aspek Penghunian baik ke dalam maupun ke luar ( lihat penjelasan lampiran ).- Ps 68

7. Perpanjangan Hak atas Tanah, dilakukan sebelum habis masa berlakunya, secara kolektif oleh PPRS.- Kepmenpera no. 06 thn 95, tentang Pedoman Pembuatan ART PPRS, Bab VII

Fakta Pengelolaan Rusun

Dalam Pembentukan PPRS

yang bertentangan dengan UU No.16 Tahun. 1985 tentang Rusun, Pasal 19 jo. PP No. 4 Tahun 1988 tentang Rusun, Pasal 57, yakni:

RUA I, untuk membentuk PPRS dan pengesahan AD/ART Rusun. Developer membentuk PPRS sendiri dengan menempatkan karyawannya sebagai pengurus PPRS.

AD/ART PPRS dibentuk tidak seluruhnya sesuai dengan peraturan dalam Pedoman pembuatan AD/ART yang dikeluarkan oleh Kementerian Perumahan Negara Perumahan Rakyat, lebih kepada menguntungkan Developer.

Masalah bawaan dari Tahap Pra – PPRS menjadi issue yang menghambat kelancaran RUA I.

Serah terima fisik dan dokumen-dokumen Rusun, yang tidak lengkap dan tidak transparan sering memunculkan masalah yang berkepanjangan.

Badan Pengelola yang dibentuk atau ditunjuk, sering dimonopoli oleh Developer, sehingga merugikan masyarakat Rumah Susun.

Dalam Masa PPRS

yang bertentangan dengan PP No.4 Thn 1988 tentang Rusun, Pasal 35 (3), 38, 47, 62, 67 dan 68 jo. Kep Menpera selaku Ketua BKP4N No.6 Thn 1995, yakni:

Dokumen-dokumen Rusun tidak secara lengkap diberikan. Akibatnya PPRS dan/atau Penghuni melakukan protes yang berujung pada tuntutan hukum.

Nilai NPP banyak tidak sesuai lagi dengan awal Pertelaan, akibatnya besarnya Hak dan Kewajiban menjadi kabur, sementara developer sering tidak Transparan dalam hal ini.

Kewajiban untuk mengelola dalam kurun waktu 3 sampai 12 bulan, atas biaya developer setelah PPRS terbentuk banyak tidak dilakukan.

1. RUA PPRS sering menyimpang dari tujuan didirikannya.

Laporan keuangan tidak diberikan atau tidak di-Audit.

Pemilihan pengurus PP atas dasar voting single majority jumlah NPP (seperti pada rapat umum pemegang saham PT), bukan berdasarkan permusyawaratan dan berasas kekeluargaan yang partisipatif, sebagaimana landasan semangat kebersamaan hidup didalam UU No 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun.

2. Hak atas Tanah yang tidak dijelaskan sejak awal, memunculkan banyak masalah saat perpanjangannya. ( contoh HGB diatas HPL )

3. Kewenangan yang absolut dari PPRS dan Pengelola menjadikan Penghuni sebagai obyek pemerasan, dengan dalih iuran atau yang sering diganti istilahnya dengan Service Charge.

4. Tindakan sepihak dari Pengelola yang mematikan listrik dan air, padahal merupakan kebutuhan pokok dalam memenuhi hajat hidup manusia.

Fakta Ketidakberdayaan Konsumen Rumah Susun

Skema yang paling sederhana dari proses pembelian Rusun adalah dimulai dari Uang Tanda jadi yang pada umumnya tidak bisa kembali lagi jika pembelian tidak jadi dengan alasan apapun --- selanjutnya ditandatanganinya PPJB yang sudah standar Developer, berat sebelah, tidak berimbang hak & kewajibannya ---Selanjut masa AJB/Sertifikat yang sering tidak jelas status tanah & NPP-nya, karena dokumen lainnya disembunyikan Developer. Hal ini terjadi disebabkan:

  1. Masyarakat masih awam tentang Hukum Rusun.
  2. Perlindungan Konsumen masih sebatas Text Book, belum dalam praktek.
  3. Pemerintah kurang peduli dalam merespon pengaduan masyarakat terhadap pelanggaran UU dan Peraturan tentang Rusun.
  4. Tindakan Pengembang sudah diwarnai dengan Premanisme.

DUGAAN PELANGGARAN HUKUM dan HAM di RUMAH SUSUN

A. KEPASTIAN KEPEMILIKAN TANAH DI RUMAH SUSUN

Status Tanah Bersama

Pada awal jual beli, status tanah dikatakan oleh pengembang adalah HGB (tercantum di Sertifikat HMSRS).

18 thn kemudian, saat HGB akan diperpanjang di BPN ditolak karena status tanah bersama ternyata HPL milik Pemda DKI. Penghuni protes kepada Pengembang dan BPN karena dinilai menyesatkan dan tidak jujur (penghuni merasa telah ditipu oleh pengembang).

Upaya hukum dilakukan oleh Penghuni dengan melaporkan kejadian tersebut ke pihak Kepolisian dan melakukan gugatan Perdata ke Pengadilan Negeri.

Contoh masalah Status Tanah Bersama ini terjadi di Apartemen Mangga Dua

Court, ITC Mangga Dua, dll.

Penyerobotan Tanah

Perpanjangan Hak atas Tanah (HGB) yang habis masanya, diperpanjang atas nama pengembang kembali, dan bukan kepada PPRS sebagaimana seharusnya.

Penghuni dan Pemilik dirugikan karena tidak lagi memiliki Tanah bersama karena sertifikat perpanjangan HGB telah diatas namakan kembali ke Pengembang.

Penghuni melaporkan tindakan pengembang & PPRS kepada pihak kepolisian dan melakukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Contoh masalah tersebut terjadi di ITC Roxy Mas. Dikhawatirkan beberapa Lokasi lain bisa mengalami masalah yang sama, dengan mengingat hampir semua PPRS dan Pengelola diwilayah Jabotabek adalah kelompok/group Pengembang.

B. AKSES INFORMASI DAN DOKUMEN RUMAH SUSUN

§ Dokumen penting, seperti Sertifikat Tanah Induk, Pertelaan, Izin Layak Huni, IMB dll tidak diberikan oleh pengembang (meskipun pemilik /penghuni telah meminta salinannya kepada pengembang).

§ Sertifikat HMSRS selain terdiri dari sertifikat, juga Pertelaan, yaitu dokumen mengenai besarnya hak atas bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama (Pasal 9 ayat 2 UU no.16 thn 1985 tentang Rusun). Pengembang terkesan dengan sengaja memisahkan / menyembunyikan kesatuan dari Sertifikat HMSRS tersebut.

§ Akibatnya pemilik tidak dapat mengetahui secara pasti tentang status tanah bersama, jumlah NPP yang sebenarnya, kelayakan bangunan, dsb-nya.


Contoh masalah tersebut terjadi di Apartemen Bumimas, ITC Permata Hijau, ITC Mangga Dua dan hampir seluruh Rusun yang PPRS-nya dikuasai Pengembang.

C. PEMILIHAN PENGURUS PPRS

Pemilihan anggota pengurus PPRS bentukan Pengembang tidak didasarkan atas asas kekeluargaan oleh, dari dan untuk penghuni, namun mutlak ditetapkan oleh Pengembang (PPRS dikuasai sepenuhnya oleh pengembang).

Penyalahgunaan pemakaian NPP, besarnya NPP digunakan dalam pemilihan pengurus PPRS dan bukan melalui asas musyawarah mufakat.

Fakta, PPRS bentukan pengembang melakukan tugasnya dengan cara, absolut, sewenang-wenang, tidak transparan, diskriminatif.

Contoh permasalahan PPRS ini terjadi di Apartemen Bumimas, Apartemen Semanggi, Apartemen Mediterania Palace Residence Kemayoran, Lagoon Residences Kemayoran, ITC Mangga Dua, ITC Roxy Mas, ITC Permata Hijau dan banyak lagi lainnya.

D. PENGELOLAAN RUSUN

Pengelola yang memang ditunjuk sendiri oleh PPRS bentukan Pengembang, menjalankan kebijakan PPRS demi kepentingan kelompok/groupnya, melalui kepengurusan yang Absolut (Pengembang sebagai PPRS dan sekaligus Pengelola).

Diantara masalah pengelolaan, adalah tindakan sewenang-wenang melalui kontrol absolut terhadap aliran listrik, air, telphone, gas, TV cable, parkir, akses masuk, papan pengumuman, keamanan dsb, ditambah lagi tidak adanya Transparansi dan Akuntabilitas, mengakibatkan kesengsaraan bagi penghuni dan pemilik di rumah susun.

Pengelola dan PPRS bentukan Pengembang melakukan ancaman kepada penghuni/pemilik rusun yang tidak mengikuti kebijakan sepihak pengembang baik secara tertulis (surat) maupun tindakan langsung (berupa mematikan listrik & air yang merupakan hajat hidup orang banyak), membuat penghuni/pemilik rusun menjadi tertekan baik secara mental & moril.

E. PUTUSAN HUKUM

Permasalahan hukum / kasus yang terjadi di rumah susun sudah masuk ke Pengadilan hingga Mahkamah Agung RI.

Pengembang bertindak arogan, dengan tidak mentaati putusan hukum yang sudah inkracht (mempunyai kekuatan hukum yang pasti), dan dengan berbagai alasan berupaya untuk tidak melaksanakan putusan.

KESIMPULAN dan SARAN

Permasalahan rusun telah berkembang sangat kompleks serta multi dimensi, tidak terbatas hanya pada masalah tehnis penghunian (ekonomi, isu lingkungan, dll) semata, namun sudah masuk wilayah pertikaian pada masalah Hak Kepengurusan PPRS, Hak Kepemilikan atas Tanah, Hak Pengelolaan, dsb, yang berujung kesengsaraan penghuni/Pemilik Rusun.

Kekuasaan Pengembang terlalu dominan, menetapkan keputusan dalam bidang pengelolaan secara sepihak, diskriminatif, dan bersifat memaksa Penghuni/Pemilik Rusun.

Ancaman/intimidasi baik melalui surat maupun tindakan langsung, dilakukan oleh Pengembang terhadap Penghuni/Pemilik Rusun yang tidak mengikuti kebijakan sepihak Pengembang.

Bentuk luapan kekecewaan dan jeritan hati Penghuni/Pemilik/Pedagang Kecil Rusun yang dicurahkan melalui media harian, malahan menjadi status ”TERSANGKA” (karena dilaporkan oleh pengembang kepada polisi ).

Masyarakat Rusun menjadi ragu untuk menyuarakan aspirasi melalui kritik, saran, pendapat di media masa, yang semestinya merupakan Hak Azasi dan Kewajiban warga negara.

. Pihak Pemerintah sebaiknya harus mengindentifikasi ulang semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan rumah susun dan merevisinya menjadi lebih baik dengan mempertimbangkan porsi yang aturan yang adil bagi kedua belah pihak, yakni Developer dan konsumen.



Istilah dan Informasi dalam Rusun

Rumah Susun ( UU RI no.16 Thn 1985 tentang Rusun )

Adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian, benda dan tanah milik bersama.

UU RI no.16 Thn 1985, tentang Rusun pada pasal 24, menyatakan: “ketentuan dalam undang-undang ini berlaku dengan penyesuaian menurut kepentingannya terhadap Rumah Susun yang dipergunakan untuk keperluan lain”.

PP RI no. 4 Thn 1988, tentang Rusun pada pasal 1 dan 7, menguatkan landasan hukum bagi definisi Rumah Susun yakni bisa berupa Hunian, Bukan Hunian dan Campuran .

Satuan Rumah Susun

Adalah rumah susun yang tujuan peruntukan utamanya digunakan secara terpisah sebagai tempat hunian yang mempunyai sarana ke jalan umum.

Tanah Bersama

Adalah sebidang tanah yang digunakan atas dasar hak bersama secara tidak terpisah, yang di atasnya berdiri rumah susun dan ditetapkan batasnya dengan persyaratan izin bangunan.

Bagian Bersama

Adalah bagian rumah susun yang dimiliki secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama dalam kesatuan fungsi dengan satuan-satuan rumah susun.

Benda Bersama

Adalah benda-benda yang bukan merupakan bagian rumah susun tetapi dimiliki bersama serta tidak terpisah untuk pemakaian bersama.

Pemilik

Adalah perseorangan atau badan hukum yang memiliki satuan rumah susun yang memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah.

Penghuni

Adalah perseorangan yang bertempat tinggal dalam satuan rumah susun.

Perhimpunan Penghuni

Adalah perhimpunan yang anggotanya terdiri dari para penghuni SRS.

Badan Pengelola

Adalah badan yang bertugas mengelola rumah susun.

Iuran Bulanan

Adalah iuran yang besarnya ditetapkan secara musyawarah oleh anggota PPRS, dipungut dari penghuni untuk mengelola bagian, benda dan tanah milik bersama. Terdiri dari Biaya Operasional, Utilitas dan Sinking Fund.

Service Charge

Adalah biaya yang ditetapkan oleh pengelola berdasarkan kalkulasi bisnis, terhadap penghuni yang menyewa unit Rusun hunian dan/atau non hunian. Istilah ini dipakai untuk Rusun Sewa Hunian/Serviced Apartment dan/atau Rusun Sewa Non Hunian/Rental Shop.

Terima kasih

[+/-] Read more...